Perubahan besar dunia menuju KHILAFAH

menuju KHILAFAH photo Menuju-MK-2013.gif

The KHILAFAH Channel

khilafah on livestream.com. Broadcast Live Free

Kamis, 30 September 2010

Subhanallah, Para Pemuda Pejuang Khilafah Semakin Tumbuh Banyak di Tajikistan, Satu Ditangkap, Empat Bergabung

Syabab.Com - Sudah dipastikan, bahwa masa depan ada di tangan Islam. Sekalipun mendapatkan berbagai ujian dalam dakwah, para pengemban dakwah malah semakin menggurita. Bahrom, berusia 34 tahun, baru saja dia dibebaskan dari penjara. Bagi orang yang telah menghabiskan lima tahun di penjara Tajik mungkin akan suram, tapi tidak bagi Bahrom. Ia terlihat cukup optimis. "Ketika saya ditangkap...[hukuman] mereka tidak sekeras sekarang." "Hari ini Anda bisa mendapatkan 15 - 20 tahun penjara karena menjadi pengikut Hizbut Tahrir," katanya.

Hizbut Tahrir merupakan partai Islam internasional yang tengah gencar melanda Asia Tengah dalam dekade terakhir, dan merekrut ribuan anak muda.

Partai ini secara terbuka mengkritisi terhadap rezim Tajik, sehingga partai ini dilarang di negara tersebut. Gerakan ini aktif lebih di 40 negara, baik di Asia dan Timur Tengah, termasuk di Eropa, Amerika, Australia dan Rusia.

Hizbut Tahrir tidak mendukung kekerasan, tetapi ingin mengganti kepemimpinan saat ini untuk mendirikan Khilafah, sebuah bentuk sistem pemerintahan yang sah dalam Islam.

Tidak Ada Pilihan
Kisah Bahrom merupakan salah satu contoh. Lahir dari keluarga kelas menengah sekuler di Tajikistan Utara, ia mengakhiri sekolahnya pada tahun 1990-an.

Seperti kebanyakan anak muda dari generasinya, ia tidak bisa menemukan pekerjaan dan sulit untuk memahami kehidupan di Tajikistan pasca keruntuhan Uni-Soviet. Kemudian ia bertemua seseorang yang memperkenalkannya kepada Islam, dan tiba-tiba ia merasa hidupnya memiliki arti.

"Saya terbiasa berpikir tentang Islam itu adalah puasa dan sholat," katanya.

"Tapi saya menyadari bahwa Islam, yang paling penting adalah dalam hubungan Anda dengan diri Anda sendiri, dengan Allah dan dengan orang lain, ini adalah jawaban untuk segalanya."

Inilah rasa keyakinan dan tujuan yang merupakan kunci untuk memahami kelompok-kelompok seperti Hizbut Tahrir di Tajikistan.

Mereka menawarkan harapan pada dunia di mana harapan sering yang ada tampaknya pendek. Di mana prospek yang dihadapi lulusan sekolah yang berusia rata-rata 16 tahun adalah suram, kata Bahrom.

"Di Tajikistan saat ini tidak ada pilihan, jika Anda pergi ke universitas, Anda harus menyuap guru untuk mendapat tempat. Jika Anda memiliki ijazah dan ingin mendapatkan pekerjaan, lagi-lagi Anda perlu membayar pejabat yang korup. Korupsi di mana-mana."

Di seluruh Tajikistan mungkin sekarang melihat bukti minat baru terhadap Islam tersebut.

CD dan DVD para penceramah dijual secara terbuka di pasar dan di luar masjid. Di beberapa daerah tidak mungkin lagi untuk membeli al-kohol atau tembakau.

"Bahkan di Dushanbe, ibukota Tajikistan, orang-orang lebih religius sekarang daripada dulu," kata Shahobiddin Farrukhyor, seorang akademisi Iran yang telah lama tinggal di Tajikistan, selama 15 tahun.

"Dua tahun lalu, ada beberapa restoran dengan kebijakan tidak menyediakan al-kohol. Saat ini hampir di setiap sudut kota Anda dapat menemukan seperti restoran Islami".

"Anda juga tidak dapat menemukan banyak pejabat di meja mereka selama shalat Jumat. Dan ini semua terjadi pada apa yang seharusnya menjadi sebuah negara sekuler."

Pada saat sholat Jumat di masjid utama di kota asal Bahrom, banyak jamaah tumpah ruah hingga ke luar masjid. Di bawah sinar matahari, ratusan para pemuda berkameja putih berbaris tertib.

Sangat sedikit dari mereka yang memiliki pekerjaan. Prospek realistik untuk memperoleh uang hanyalah pergi ke Rusia, di mana sekarang ratusan ribu Tajik melakukan apa yang disebuk "pekerjaan 3D" dirty, difficult, dangerous (kotor, sulit, dan berbahaya).

Bagi sebagian besar anak muda, sholat Jumat di masjid setempat saja belumlah cukup. Rasa ingin tahun tentang Islam telah membawa mereka untuk belajar lebih jauh tentang Islam, termasuk melalui internet.

Semakin Tumbuh Banyak

Rezim pemerintah sekuler telah menanggapinya dengan menindak para Islamis. Ratusan muda ditangkap dan dipenjara, dan beberapa diantara mereka diduga mengalami perlakukan brutal.

Pendekatan dengan cara keras tersebut, tidak akan menuai hasil. Jika ada, hanya pengerasan tekad dari generasi baru yang melihat pemerintahnya korup dan bangkrut secara moral, dan Islam sebagai satu-satunya alternatif yang nyata.

Meskipun waktunya telah dihabiskan di penjara, Bahrom tidak berniat untuk menyerah dalam perjuangannya. "Di penjara saya benar-benar bebas. Saya memiliki waktu untuk belajar tentang Quran dan bahasa Arab," katanya.

"Semakin banyak dan banyak lagi orang datang untuk bergabung menyebabkan kami, tidak akan pernah berhenti. Jika mereka menangkap salah satu dari kami, empat orang baru akan bergabung. Hal ini tidak pernah berhenti," tegasnya.

Subhanallah, semua ini hanya mengingatkan kita pada Rasulullah Saw., yang bersabda, “Akan senantiasa ada sekelompok orang dari umatku yang selalu menegakkan urusan agama Allah. Tidak akan memadaratkan mereka orang-orang yang menelantarkan atau yang menentang mereka hingga datangnya keputusan Allah (Hari Kiamat), sementara mereka meraih kemenangan atas seluruh umat manusia.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Sungguh masa depan benar-benar ada di tangan Islam. Kaum Muslim benar-benar menyaksikan dengan nyata, kabar Rasulullah Saw. yang mengabarkan bahwa suatu saat Islam akan meliputi ujung timur dan barat tersebut. nsya Allah, semua itu akan terjadi ketika Khilafah Rasyidah yang kedua kembali berdiri, tidak lama lagi. [m/z/f/bbc/syabab.com]


Kamis, 23 September 2010

Jenderal Kristen Bintang Tiga Hadir Dalam Penangkapan Ba'asyir, Ada Apa?


JAKARTA (voa-islam.com) - Kehadiran Gories Mere, jenderal Kristen bintang tiga pada saat penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir di Polres Banjar dipertanyakan banyak pihak. Karena ia juga hadir saat penyiksaan para aktivis Muslim yang ditangkap dan dituduh teroris.

Berbagai keganjilan jenderal Kristen bintang tiga ini sebenarnya pernah menjadi sorotan media saat ia membawa tersangka Bom Bali, Ali Imron alias Ale kongkow di Starbuck's Coffee pada 2004 silam.

Ternyata saat ini ada fakta baru yang mengemuka kalau Jenderal Kristen ini berada di balik Satgas Antibom. Satgas ini kerap menyiksa para tahanan Muslim yang ditangkap dengan tuduhan terorisme. Hal ini diungkapkan Munarman saat audiensi FUI dengan Komisi III DPR RI, Selasa (31/8/2010).

...Jenderal Kristen ini berada di balik Satgas Antibom yang kerap menyiksa tahanan Muslim yang ditangkap dengan tuduhan terorisme...

“Kita mendapatkan informasi yang kuat bahwa yang melakukan penyiksaan adalah tim tersendiri, yaitu Satgas Antibom. Satgas ini tidak tunduk di bawah Kepala Densus 88, karena komandan Satgas Anti bom ini jenderal bintang tiga, sementara Kadensus bintang satu” jelas Munarman.

Lebih lanjut, Direktur An-Nashr Institute ini menjelaskan kalau jenderal Kristen ini juga ikut menyaksikan upaya penyiksaan terhadap kliennya, Muhammad Jibril bahkan ia juga hadir dalam penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir di Polres Banjar.

...jenderal bintang tiga ini hadir di saat ustadz abu ditangkap di Polres Banjar. Ada apa?

“Komandan Satgas ini hadir menyaksikan penyiksaan Jibril. Begitu juga ketika Ustadz Abu ditangkap, jenderal bintang tiga ini hadir di saat ustadz abu ditangkap di Polres Banjar. Sehari-hari ia menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN),” tambahnya.

Muhammad Jibril dan Abu Bakar Baasyir jelas-jelas bukan tahanan narkoba lalu apa pentingnya Gories Mere hadir, apakah dia memiliki misi tersembunyi? [taz/widiarto]

Jumat, 17 September 2010

Klarifikasi FPI Bekasi Raya Atas Insiden HKBP


Dua puluh tahun, umat Islam Bekasi telah menunjukkan KETINGGIAN SIKAP TOLERANSI dan KEBESARAN JIWA terhadap Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dengan membiarkan jemaatnya melakukan kebaktian setiap Ahad di rumah tinggal seorang warga perumahan Mustika Jaya - Ciketing - Bekasi.

Dua puluh tahun, umat Islam Bekasi tidak pernah keberatan, apalagi usil dan mengganggu ibadah Jemaat HKBP di tempat tersebut.
Dua puluh tahun, umat Islam Bekasi tetap tidak protes dengan adanya Jemaat HKBP yang datang dari luar perumahan, bahkan luar Bekasi, ke tempat tersebut.

Namun, setelah dua puluh tahun, seiring dengan makin banyaknya Jemaat HKBP yang datang ke tempat tersebut dari berbagai daerah, maka Jemaat HKBP mulai tidak terkendali. Bahkan Jemaat HKBP mulai arogan, tidak ramah lingkungan, tidak menghargai warga sekitar yang mayoritas muslim, seenaknya menutup jalan perumahan untuk setiap kegiatan mereka, bertingkah bak penguasa, merusak tatanan kehidupan bertetangga, menciptakan berbagai problem sosial dan hukum. Puncaknya, HKBP ingin menjadikan rumah tinggal tersebut sebagai GEREJA LIAR.

Setelah dua puluh tahun, umat Islam Bekasi, khususnya warga perumahan Mustika Jaya - Ciketing, mulai gerah dan merasa terganggu dengan pola tingkah Jemaat HKBP yang semakin hari semakin arogan, bahkan nekat memanipulasi perizinan warga sekitar untuk GEREJA LIAR mereka.

Sekali pun kesal, kecewa dan marah, umat Islam Bekasi tetap patuh hukum dan taat undang-undang. GEREJA LIAR HKBP di Ciketing diprotes dan digugat melalui koridor hukum yang sah, sehingga akhirnya GEREJA LIAR tersebut disegel oleh Pemkot Bekasi. Tapi HKBP tetap ngotot dengan GEREJA LIAR nya, bahkan solusi yang diberikan Pemkot Bekasi untuk dipindahkan ke tempat lain secara sah dan legal pun ditolak.

HKBP menebar FITNAH bahwa umat Islam Bekasi melarang mereka beribadah dan mengganggu rumah ibadah mereka. Lalu secara demonstratif jemaat HKBP setiap Ahad keliling melakukan KONVOI RITUAL LIAR dengan berjalan kaki, dari GEREJA LIAR yang telah disegel ke lapangan terbuka dalam perumahan di depan batang hidung warga muslim Ciketing, dengan menyanyikan lagu-lagu gereja, tanpa mempedulikan perasaan dan kehormatan warga muslim disana.

Akhirnya, terjadi insiden bentrokan antara HKBP dengan warga muslim Ciketing pada Ahad 8 Agustus 2010, tiga hari sebelum Ramadhan 1431 H. Dalam insiden tersebut, dua pendeta HKBP sempat mengeluarkan PISTOL dan menembakkannya.

Selanjutnya, tatkala umat Islam Bekasi masih dalam suasana Idul Fithri, pada Ahad 3 Syawwal 1431 H / 12 September 2010 M, Pendeta dan Jemaat HKBP kembali melakukan provokasi dengan menggelar KONVOI RITUAL LIAR sebagaimana yang dulu sering mereka lakukan. Kali ini terjadi insiden bentrokan antara 200 orang HKBP dengan 9 IKHWAN WARGA BEKASI yang berpapasan saat konvoi. Peristiwa tersebut DIDRAMATISIR oleh HKBP sebagai penghadangan dan penusukan pendeta.

Media pun memelintir berita peristiwa tersebut, sehingga terjadi PENYESATAN OPINI. Akhirnya, banyak anggota masyarakat menjadi KORBAN MEDIA, termasuk Presiden sekali pun.

Peristiwa Bekasi Ahad 3 Syawwal 1431 H / 12 Sept 2010 M, BUKAN perencanaan tapi insiden, BUKAN penghadangan tapi perkelahian, BUKAN penusukan tapi tertusuk, karena 9 warga Bekasi yang dituduh sebagai pelaku adalah IKHWAN yang sedang lewat berpapasan dengan KONVOI RITUAL LIAR yang dilakukan 200 HKBP bersama beberapa pendetanya di lingkungan perkampungan warga muslim Ciketing. Lalu terjadi perkelahian, saling pukul, saling serang, saling tusuk dan saling terluka.

Pendeta dan jemaat HKBP yang dirawat di Rumah Sakit dibesuk pejabat tinggi, mendapat perhatian khusus Presiden dan Menteri, namun siapa peduli dengan warga Bekasi yang juga terluka dan dirawat di Rumah Sakit ? Bahkan salah seorang dari 9 warga Bekasi tersebut, justru ditangkap saat sedang dirawat di sebuah Rumah Sakit akibat luka sabetan senjata tajam HKBP.

Mari gunakan LOGIKA SEHAT : Jika peristiwa tersebut PERENCANAAN, mana mungkin 9 ikhwan melakukannya secara terang-terangan dengan busana muslim dan identitas terbuka ! Jika peristiwa tersebut PENGHADANGAN, mana mungkin 9 orang menghadang 200 orang, apa tidak sebaliknya ?! Jika peristiwa tersebut PENUSUKAN, mana mungkin 9 ikhwan lebam-lebam, luka, patah tangan, bahkan ada yang tertusuk juga !

Soal PENON-AKTIFAN Ketua FPI Bekasi Raya oleh DPP-FPI bukan karena salah, tapi untuk melancarkan roda organisasi FPI Bekasi Raya yang teramat BERAT tantangannya, sekaligus meringankan beban tugas sang Ketua yang sedang menghadapi UJIAN BERAT dalam menghadapi tuduhan dan proses hukum. Jadi, putusan tersebut sudah tepat, dan merupakan langkah brillian dari DPP mau pun DPW FPI Bekasi.

Langkah tersebut bukan saja cerdas, tapi menjadi bukti TRADISI FPI yang berani, tegas dan bertanggung-jawab. Ketua FPI Bekasi Raya, baru disebut-sebut namanya saja oleh pihak kepolisian, sudah dengan gagah langsung serahkan diiri ke Polda Metro Jaya secara sukarela didampingi DPP-FPI untuk diperiksa. Dan siap menjalani proses hukum bila dinilai bertanggung-jawab dalam insiden Bekasi, walau pun beliau tidak ada di lokasi kejadian. Bandingkan dengan SIKAP PENGECUT Pemred Palyboy Erwin Arnada yang melarikan diri dari VONIS DUA TAHUN PENJARA yang sudah ditetapkan Mahkamah Agung sejak 29 Juli 2009. Bandingkan dengan sikap pengecut DEWAN PERS dan LSM KOMPRADOR yang berusaha melindungi dan membantu Sang TERORIS MORAL tersebut dari putusan tetap Mahkamah Agung.

Bagi segenap pengurus, anggota, aktivis, laskar dan simpatisan FPI dari Pusat hingga ke Daerah, bahwa Ketua FPI Bekasi Raya adalah PEJUANG bukan pecundang. Beliau TIDAK ADA DI LOKASI kejadian saat peristiwa. Beliau hanya kirim SMS AJAKAN kepada umat Islam untuk membela warga Ciketing beberapa hari sebelum peristiwa, tapi dituduh sebagai provokator, sedang Para Pendeta HKBP yang mengajak, membawa dan memimpin massa Kristen serta memprovokasi warga muslim dengan KONVOI RITUAL LIAR, tak satu pun diperiksa.

Kini yang menjadi pertanyaan adalah :

  1. Kenapa Para Pendeta HKBP yang jadi PROVOKATOR dan PENGACAU tidak diperiksa ?
  2. Kenapa kegiatan HKBP setiap Ahad di Ciketing yang menggelar KONVOI RITUAL LIAR keliling perumahan warga muslim dengan lagu2 Gereja secara demonstratif dibiarkan ?
  3. Kenapa dua pendeta yang bawa PISTOL & menembakannya ke warga pada insiden 8 Agustus 2010 tidak ditangkap ?
  4. Kenapa dua jemaat HKBP, Purba & Sinaga, yang bawa PISAU saat insiden 12 September 2010 sudah ditangkap lalu dilepas kembali ?
  5. Kenapa jemaat HKBP yang memukul dan menusuk 9 ikhwan warga Bekasi tidak ditangkap ?
  6. Kenapa Presiden dan Para Menteri serta pejabat dan sederetan Tokoh Nasional memberikan simpatik kepada PENGACAU sambil menyalahkan warga muslim Bekasi ?
  7. Kenapa banyak pihak senang mengambil kesimpulan dan keputusan hanya berdasarkan OPINI dan ISSUE media ?
  8. Kenapa di Indonesia yang merupakan negeri mayoritas muslim terbesar di dunia, justru yang terjadi adalah MAYORITAS TERTINDAS OLEH TIRANI MINORITAS ?
  9. Kenapa MINORITAS di Indonesia terlalu dimanjakan, sehingga mereka jadi tidak tahu diri, bahkan menjadi angkuh dan sok jago ?
  10. Kenapa ketika terjadi insiden kecil terhadap SEORANG PENDETA semua teriak nyaring, tapi ketika RIBUAN umat Islam dibantai di Ambon, Sampit dan Poso teriakan macam itu tak terdengar ? Bahkan saat sebuah Masjid dibakar di Medan belum lama ini tidak ada satupun media nasional meliputnya, kemana suara yang selalu mengatasnamakan kebebasan beragama dan beribadah ?

Laa ilaaha illallaah, Muhammadur Rasuulullaah. Jawablah semua pertanyaan tersebut dengan jiwa bersih dan akal sehat serta argumentasi Syariat.

Oleh sebab itu, Keadilan harus ditegakkan ! Hukum tidak pilih kasih ! Jika 9 Ikhwan warga Bekasi sudah ditahan karena dituduh terlibat langsung dalam perkelahian tersebut, dan Ketua FPI Bekasi Raya pun sudah ditahan karena dituduh terlibat secara tidak langsung, maka mereka yang terlibat langsung mau pun tidak langsung dari kelompok HKBP harus ditahan juga !

Karenanya, segenap pengacara Bantuan Hukum Front (BHF) dari DPP-FPI dan Kongres Umat Islam Bekasi (KUIB) akan tetap dan terus berjuang melakukan pembelaan hukum terhadap Ketua FPI Bekasi Raya dan seluruh warga Bekasi yang ditahan akibat peristiwa tersebut. Tekad Bulat BHF dan KUIB adalah membuktikan bahwa mereka TIDAK BERSALAH, karena mereka hanya KORBAN AROGANSI HKBP dan OPINI SESAT MEDIA MASSA. Bahkan BHF dan KUIB akan tetap dan terus berjuang membela hak-hak warga Ciketing yang selama ini dirampas dan dirusak oleh HKBP.

Bekasi kota religi. Bekasi kota Islami. Siapa ingin kotori atau kacaukan Bekasi silakan keluar dari Bekasi !

Sebar luaskan berita ini agar umat Islam tidak menjadi KORBAN MEDIA !

Hasbunallaahu wa Ni’mal Wakiil, Ni’mal Maulaa wa Ni’man Nashiir.
Allahu Akbar ! Allahu Akbar ! Allahu Akbar !

Sumber: www.fpi.or.id (16/9/2010)

dari: http://hizbut-tahrir.or.id/2010/09/17/klarifikasi-fpi-bekasi-raya-atas-insiden-hkbp/?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+hizbindonesia+(Hizbut+Tahrir+Indonesia)

Kamis, 02 September 2010

Agenda Sinting Peringatan 11 September dan Hipokritnya Barat


(Buah Simalakama Demokrasi)

Oleh : Harits Abu ulya (Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI)

Babak demi babak dunia terbuka matanya, terhadap kebesaran Islam dan kaum muslimin. Berhadapan dengan sikap hipokritnya barat dengan demokrasinya yang makin terjun kedasar jurang irrasionalitas dalam berfikir dan bersikap. Isu yang paling panas menggelinding tanpa terbendung saat ini; polah tingkah rencana sekelompok kaum salibis (nasrani) yang di motori oleh pendeta Terry Jones, 58 tahun, pemimpin Gereja Dove World Outreacch Center di Gainesville, Florida, AS. Dengan lantang dia menyerukan kesuluruh gereja didunia; “Pada 11 September 2010, pukul 06.00-09.00,kita akan membakar al Qur’an untuk mengenang korban 11 September dan untuk berdiri melawan kejahatan Islam. Islam itu dari setan!”.(http://loganswarning.com/2010/07/13/us-church-starts-international-burn-a-koran-day/) Sebuah gagasan yang terinspirasi dari laman Facebook dengan titel “Everybody Drow Muhammad Day”, bahkan dikabarkan pendeta Terry sudah membuat video untuk dijadikan guide pembakaran Al Qur’an.

Dunia Islam tidak hanya kali ini dihadapkan kepada upaya atau tindakan pelecehan dan pelanggaran hak-hak mereka sebagai muslim. 1,3 miliar muslim lebih dimuka bumi ini, kerap menyaksikan sikap durjana yang menjadi nilai inheren dari imperialisme yang diemban oleh AS dan sekutunya. Darah mereka tumpah di Iraq, di Afghanistan, di Palestina, di Yaman dan lainya, infrastruktur mereka hancur porak poranda dan menyisakan puing-puing dan derita. Sekedar mengingatkan; pelecehan, penghinaan, dan pelanggaran serius terhadap hak-hak asasi manusia sebagai muslim tidak hanya dalam bentuk pelecehan al Qur’an yang dilakukan serdadu AS di penjara Guantanamo-Kuba atau kartun Nabi dari Denmark, atau seperti yang akan dilakukan oleh pendeta Terry (11 September 2010).

Tapi apapun faktanya, kali ini perlu kita uji logika-logika yang dibangun oleh pendeta Terry begitu pula orang-orang yang mengiyakan gagasan sinting ini. Perlu kita ajukan beberapa pertanyaan; apa hubungan peristiwa 11 september 2001 dengan Al Qur’an? Kenapa al Qur’an harus menjadi subyek yang bertanggung jawab dari tragedi kemanusiaan? Dan bagaimana sikap Barat dan penguasa negeri kaum muslimin seperti halnya Indonesia?

Logika dengkul Sang Pendeta

Wajar sekali kalau reaksi keras; kemarahan dan celaan muncul dari kalangan muslim. Di kalangan orang salibis sendiri melahirkan kecaman keras terhadap rencana tindakan pendeta Terry Jones. Sebagian besar melihat gagasan pendeta Terry dibangun diatas logika yang sangat prematur bahkan logika dengkul (irrasionalitas). Sebuah rencana yang lebih tepat dikatakan; kebencianlah yang menjadi dasar bangunan logikanya. Demikian mudahnya pendeta Jones menjustifikasi orang muslim yang menjadi pelaku dari tragedi 11/9. Dan orang muslim melakukan tindakan “terorisme” dalam tragedi 11/9 itu sumber inspirasinya adalah kitab Al Qur’an. Oleh karena itu, dalam logika pendeta Jones peringatan 11/9 adalah momentum tepat untuk menjelaskan kepada dunia bahwa Islam dan al Qur’anlah sumber dari segala bencana, karenanya perlu di lawan dan dikumandangkan tentang masalah ini.

Logika pendeta Jones sangat “sinting”, yang lebih tampak adalah kebencian didalam dada mereka terhadap Islam dan kaum muslimin, kalau mau jujur ini adalah potret yang mewakili sentimen mayoritas yang silent masyarakat Amerika terhadap Islam. Jika kembali menoleh kebelakang; tragedi 11/9/2001 dengan runtuhnya gedung kembar WTC, AS melakukan invansi ke Afghanistan dibawah spirit “kristus” seorang presiden paranoid George W Bush. Tentu dengan tuduhan; rezim yang berkuasa di Afghanistan adalah teroris dan berada dibalik runtuhnya WTC. Kemudian dilanjutkan oleh Bush ke Iraq dengan dalih kurang lebih sama; negara teroris yang berpotensi membahayakan dengan senjata kimia pemusnah massalnya. Hingga sampai detik ini, belum ada satupun alasan yang dipakai Bush kemudian bisa dipertanggung jawabkan di hadapan publik dunia. Dalam penyelidikan terbuka dan akuntable, tidak ada satu bukti bahwa tergedi runtuhnya WTC ada kaitanya dengan kelompok al Qoida, pemerintahan Afghanistan waktu itu dan demikian juga yang kedua pada kasus Iraq. Semua akal-akalan Bush untuk membenarkan tindakan terorisnya atas dunia Islam khususnya Afghanistan dan Iraq.

Tapi apa yang dilakukan Bush telah mampu menyihir masyarakat Amerika, dan mengendapkan sentimen serius dalam jiwa kaum kristiani mayoritas di AS. Tuduhan; Islam dengan kitab sucinya al Qur’an adalah sumber tindakan-tindakan “terorisme” yang mengancam peradaban barat Amerika.Sekalipun disisi lain, juga menjadikan sadar sebagian anggota masyarakat tentang kejahatan dan rekayasa pemerintahan Bush. Yang akhirnya berbondong-bondong memeluk Islam, cukup interest untuk mengenal Islam dan mengkonsulidasikan dalam ruang publik masyarakat Amerika. Maka tuduhan Pendeta Jones sangat mengada-ada, dan sangat berbahaya yang telah melampui semua logika dan kepekaan masyarakat dunia.

Dari realitas “konspirasi” seorang pendeta Jones membuat kesimpulan yang sinting, menjadikan kitab suci menjadi tempat pertanggungjawaban atas kejahatan manusia. Sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan sikap umat Islam, dalam rentang waktu yang tidak sebentar menghadapi kondisi penuh pelanggaran terhadap harkat dan martabat mereka sebagai muslim yang dilakukan secara masif oleh negara imperialis AS dan sekutunya.Tapi orang-orang muslim belum pernah merespon tindakan brutal AS dengan semboyan perang “crusade” (perang salib) seperti yang dilontarkan dari mulut ponggahnya G.W.Bush (Presiden AS sebelum Obama) dalam bentuk tindakan seperti rencana pendata Terry Jones, belum terdengar kabar dan adanya bukti gerakan pembakaran Injil oleh masyarakat Islam dimanapun mereka berada.

Bagaimana sikap masyarakat Barat?

Beberapa pendeta Kristen menolak ide gila dari pendeta Jones, demikian pula DK PBB mengecam karena hal tersebut dianggap pelanggaran hak dan bukan kebebasan berekspresi. Tapi itu tidak menyurutkan langkat Jones, seperti halnya tulisan yang sangat kasar selalu terpampang didepan gereja Dove World Outreach Center :”Islam is of the devil (Islam adalah dari iblis)”, dimana Jones menjadi pendeta di gereja tersebut. Dan sikap sinting Jones makin mendapat angin, dengan adanya rencana pembangunan Rumah Cordoba atau Park 51 (yang akan menjadi pusat kegiatan Islam) termasuk rencana pembangunan masjid, ditanah luas yang berjarak dua blok kearah utara dari tempat yang disebut “ground zero”. Dewan kota New York sudah menyetujui dan walikotanya Michail Blommberg mendukung.Tapi akhirnya tertunda karena terjadi tarik ulur kepentingan para politisi baik dari kubu Demokrat begitu juga kubu Republik.

Sekalipun pembangunan itu sesuai dengan amandemen Pertama Konstitusi Amerika, yaitu soal kebebasan beragama, namun sentimen mayoritas masyarakat New York dan di representasikan oleh para politisinya menunjukkan paradoks demokrasi yang dianut oleh AS. Sejak awal propaganda media barat menjadikan salah paham, karena sesungguhnya komunitas muslim tidak membangun masjid dan semisalnya di ”ground zero”, tapi di tanah luas yang jaraknya dua blok dari “ground Zero” jarak yang lumayan jauh. Dengan berpikir obyektif, dalam ruang demokrasi tidak ada pelanggaran atas hak-hak orang kritiani oleh orang muslim. Kemudian bagaimana itu juga bisa dijadikan alasan pembenaran sekolompok orang kristen dibawah pendeta Terry Jones hendak melakukan pelanggaran serius terhadap harkat martabat orang muslim sedunia?.

Jika Obama konsisten dengan pernyataannya di Taman Balai Kota Columbus Ohio: ”Mereka punya hak yang sama melaksanakan kewajiban keyakinan mereka” dalam kesempatan berbeda ketika berbuka bersama dengan pemuka muslim di New York; ”mereka punya hak seperti warga negara lain, dengan keyakinan yang lain”. Sebuah bentuk dukungan Obama terhadap komunitas muslim, sekalipun kemudian di ralat oleh juru bicara gedung putih (Robert Gibbs); ”presiden tidak mengurus soal kebijakan tingkat lokal (New york)”.

Dan akhirnya juga melahirkan kecaman dari kubu Republik di Senat dan Konggres, dalam pandangan mereka persoalnya bukan masalah keyakinan tapi masalah keamanan.Dan hingga saat ini juga tidak ada suara atau kritik resmi dari Vatikan (Paus). Sekali lagi disana kita dapatkan sebuah tuduhan yang sangat stereotif terhadap Islam. Komunitas Islam menjadi ancaman bagi Amerika dan masa depannya. Dan seorang Obama akhirnya tidak mudah untuk menghentikan segala bentuk provokasi anti-Islam yang berkembang di masyarakat Amerika termasuk rencana pendeta Terry Jones.

Ruang demokrasi, menampilkan sikap hipokrit barat terhadap dunia Islam. Dan dengan dalih kebebasan umat Islam berulang kali mendulang penghinaan oleh komunitas barat kafir. Dan sangat niscaya rencana Terry Jones terjadi, mengingat selama ini pelaku-pelaku penghinaan terhadap komunitas muslim juga aman-aman saja bahkan dilindungi oleh negara-negara barat dengan alasan kebebasan ekspresi dan demokrasi.

Implikasi lokal dan Peran penguasa Indonesia?

Semua membayangkan dan menduga, jika pembakaran al Qur’an ini terjadi maka ini akan menjadi krisis serius di dunia Islam, perang antar agama dan semisalnya. Atau ada dugaan sebaliknya, tidak memberikan efek apa-apa kecuali riak-riak kecil dalam bentuk demo yang berisi cacian dan makian.Tapi itu semua sporadis dan tentatif berlangsung hanya dalam beberapa waktu saja, akan hilang seiring dengan belitan problem-problem berikutnya yang antri untuk menghantam umat Islam.Mulai dari soal ekonomi, hingga krisis politik. Atau umat Islam khususnya di Indonesia sebagian besar akan membisu dan memaklumi, dengan bersikap sangat “toleran” (efuisme lemahnya iman) dan dianggap elegan kalau tidak terpancing atau merespon dengan tindakan-tindakan kekerasan dan balas dendam kepada komunitas kristen di Indonesia.

Langsung atau tidak, komunitas non-muslim di Indonesia merasa kawatir, was-was, dan cemas. Tidak bisa menerka lebih jauh apa yang akan dihadapi jika peringatan 11/9 di AS itu betul-betul dalam bentuk pelecehan dan penistaan terhadap al Qur’an (dengan membakarnya). Dalam konteks psikologi seperti ini, wajar kalau kemudian pihak gereja dan aktifisnya, begitu pula kelompok yang mengatas namakan gerakan pluralisme roadshow keberbagai pihak yang dianggap bisa mereduksi langkah-langkah destruktif dan unpredictible dari komunitas muslim di Indonesia.

Karena cemas dan kawatir yang menjadi dasar sesungguhnya dari pendekatan yang dilakukan oleh non-muslim, dengan berbagai strategi dan menggunakan berbagai komunitas dan elemen untuk menyumbat resiko tak terkendali nantinya. Misal; dengan sumbangan al Qur’an dari gereja, atau dialog lintas agama. Atau himbauan dan bahkan turut mengecam tindakan pendeta sinting Terry Jones. Ini semua lipstik untuk mendulang empati dan mengkebiri kesadaran umat Islam atas tiap jengkal pelecehan dan penghinaan atas diri mereka.

Satu sisi yang tidak berbeda dalam konteks ini, pemerintah terbiasa dengan strateginya akibat mandul politik luar negerinya. Tidak berusaha keras untuk menekan pemerintahan AS di bawah Obama yang sudah gembar-gembor cukup respek terhadap dunia Islam. Agar menghentikan kebebasan berekspresi yang diluar batas akal dan nurani manusia dari sekolompok orang kristinai dibawah kendali pendeta Terry Jones.

Tapi sebaliknya, pemerintah dengan gerakan moderatisasinya berusaha membungkam reaksi umat Islam. Di tanamkan sikap toleran, moderat, dan menganggap semua itu bukan perkara serius yang perlu ditanggapi. Bahkan umat yang baik itu berdiam diri atas tindakan penghinaan diluar batas itu. Disini sering kita melihat sikap aneh penguasa negeri Islam terasuk Indonesia. Kenapa tidak mengamputasi sumber penyakit? Tapi sebaliknya memaksa dengan halus kepada umat Islam untuk menerima dan menganggap biasa terhadap penyakit tersebut. Wajar kalau kemudian umat ini kehilangan haibahnya (wibawa dan kehormatanya), dibawah kendali pemimpin yang tidak mengerti bagaimana berkhikmat untuk agamanya. Bisa jadi “ka’bah kiblat umat Islam itu di bombardir” penguasa juga akan diam seribu bahasa, dan akan lebih sibuk membungkan reaksi umat Islam dibandingkan dia menghukum orang yang telah menghinakan umat Islam.

Presiden Susilo BY yang pernah mengatakan “I love the United States, with all its faults. I consider it my second country.” barangkali pada kasus ini tidak terlalu “bebal” dan menunggu berfikir “matang-matang” untuk merespon isu dan peka terhadap aspirasi umat Islam di Indonesia. Dan SBY bisa meminta kepada Obama sebagai presiden dari negara keduanya SBY agar menghentikan ide sinting pendeta Terry Jones dalam peringatan 11/9. Jika terlambat, maka “militansi” akan tersulut demikian mudahnya, seperti tumpahan minyak ditengah terik matahari begitu peka terhadap pemantik api. Jangan sampai semua terlambat, dan para “pemadam kebakaran” yang dengan baju “moderat” dan “pluralisnya” sia-sia dengan apa yang mereka lakukan. Karena realitas sosial umat Islam; ada sebagian yang tidak solat dan lainya tapi akan bertaruh nyawa jika kehinaan (seperti rencana pembakaran al Qur’an) ini terjadi.

Jangan sampai presiden SBY di cap tukang ngibul membual dengan retorika yang ambigu, seperti yang ditunjukkan dalam peringatan Nuzulul Qur’an di Istana Negara 26/8/2010: ”setiap individu dinegeri ini memiliki kemerdekaan beragama dan beribadah.Karena itu tidak boleh ada satupun yang memaksakan kehendak, apalagi dengan kekerasan..”. Apa itu artinya komunitas seperti Ahmadiyah dan semisalnya yang jelas-jelas menghina umat Islam itu juga dibiarkan dan harus bebas? Atau bahkan dianggap bagian dari keberagaman dan indahnya demokrasi? atau pelecehan dalam bentuk lainya baik di dalam negeri atau oleh orang non-muslim diluar negeri itu juga termasuk dinamika demokrasi dengan kebebasan berpendapatnya?

Ingatlah warning al Qur’an!

Sikap dasar yang dimiliki umat Islam dalam memandang hubungan dengan orang non-muslim sangat jelas.Standar kebenaran untuk bersikap tertuang dalam al Qur’an;

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.(QS. Al Baqarah: 120)

Begitu juga dipertegas lagi tentang posisi mereka dan hakikat sikap mereka:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”(QS.Al Imran:118)

Hari ini umat Islam terus menerus menemukan relevansi kebenaran dari ayat-ayat diatas dalam ruang demokrasi yang menghegemoni hampir seluruh negeri kaum muslimin.

Umat Islam mendapat penghinaan nyaris tanpa perlawanan, karena sikap hipokrit (munafik) Barat. Dan suatu ketika, siapa yang akan disalahkan jika bendungan kesabaran umat ini sudah di titik kulminasinya…Bisa jadi umat bisu seperti yang dikehendaki oleh orang kafir dan munafikin, atau sebaliknya akan bangkit dalam berbagai rupa, ini semua niscaya.Dan inilah buah simalakama demokrasi!.Wallahu a’lam bisshowab(hizbut-tahrir.or.id)

Harits Abu Ulya: Rencana Pembubaran Ormas Islam, Sikap Hipokrit Pemerintah

Pemerintah kembali mengangkat wacana pembubaran ormas, salah satunya adalah ormas Islam yang selalu vokal dan aktif memberantas kemaksiatan, FPI, dengan alasan sering melakukan tindak kekerasan. Padahal parpol peserta pemilu maupun pemilukada jauh lebih banyak yang melakukan tindak kekerasan apalagi ketika calon yang diusungnya kalah. Kalau begitu, lantas apa motif di balik rencana pembubaran ini? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan mediaumat.com dengan Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI Harits Abu Ulya berikut ini.

Bagaimana tanggapan anda dengan rencana pemerintah membubarkan FPI, FBR dan BMB?

Tidak mudah, karena Indonesia menganut demokrasi dengan begitu kebebasan berpendapat, berserikat dan berkelompok di jamin Undang-Undang. Kalau toh memaksakan diri untuk melakukan itu, maka perlu ada perubahan di Undang-undang keormasan yang ada yaitu UU No.8 Tahun 1985 tentang Ormas.

Pemerintah melalui Kemendagri telah menyiapkan draft revisi atau penyesuaiannya. Dan tentu akan banyak mendapat tantangan dari masyarakat. Kalau sampai pemerintah membubarkan ormas seperti FPI, FBR dan lainya maka akan menjadi presden buruk dalam kehidupan sosial politik.

Kalau ada oknum ormas tertentu melakukan tindak kekerasan, itu tidak bisa di generalisir bahwa ormas secara institusional melakukan tindakan tersebut atau itu menjadi garis perjuangan ormas tersebut.Tentu tidak demikian…, Di Indonesia di era reformasi ada sekitar 9000 ormas yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri, dan yang tidak mendaftar jumlahnya masih banyak.

Dari jumlah tersebut yang kerap melakukan tindakan kekerasan tidak hanya “oknum” dari ormas yang berbendera keagamaan, tapi opini yang dibangun media selama ini selalu mengesankan yang berbuat kekerasan selalu ormas-ormas keagamaan tertentu. Kalau pemerintah represif, tentu bagi ormas yang dibubarkan cukup dengan merubah dengan nama baru maka dia bisa eksis lagi.

Apa motif di balik rencana pembubaran itu?

Saya melihat dan mengamati dari opini yang berkembang masalah ormas ini, ada beberapa hal yang perlu di cermati. Pertama, pemerintah berusaha memaksakan diri memasukkan Pancasila menjadi ideologi ormas. Tapi ini gagal, karena disaat yang sama bisa melihat keberadaan parpol yang juga tidak bisa di seragamkan harus mengadopsi Pancasila menjadi ideologi partai. Kalau partai saja tidak bisa, bagaimana dengan ormas? Atau sekarang muncul wacana perlunya ormas berwatak “lokal”, artinya mengedepankan nilai-nilai kultural masyarakat Indonesia. Tapi ini menjadi ambigu dan sulit dirumuskan karena parameternya tidak jelas.

Kedua, ada kecenderungan terus mengekspos beberapa kasus friksi sosial, dan dikait-kaitkan dengan ormas keagamaan tertentu. Dan ketika opini mengelinding, ditindak lanjuti oleh pemerintah untuk kembali mendiskusikan eksistensi ormas-ormas keagamaan yang ada. Saya melihat, dengan upaya revisi undang-undang keormasan pemerintah hendak mengunci mati langkah ormas-ormas Islam yang dianggap vokal selama ini. Banyak lini yang pemerintah bermain, terutama di penguatan legal frame. Ada usaha serius untuk melahirkan regulasi yang bisa mengendalikan ormas, karena selama ini peran pemerintah sebagai pembina, pengawas dan pemberi sanksi bila ormas melanggar dirasa masih kurang efektif. Perlu ada undang-undang yang lebih keras, dijadikan pijakan untuk menindak.

Ketiga, saya menangkap sikap “hipokrit” pemerintah. Kenapa juga tidak mempersoalkan LSM-LSM yang kerap melakukan pelanggaran?

Bagaimana dengan ormas pemuda yang berlabel nasionalis seperti merah putih, pancasila, demokrasi atau ormas lain yang tidak jarang melakukan tindak kekerasan atau diduga menjadi ‘backing’ premanisme ?

Inilah satu contoh sikap hipokrit pemerintah. Kenapa tidak merespon serius jika yang melakukan kelompok seperti itu. Maka jangan salahkan jika masyarakat cenderung melihat pemerintah tebang pilih kalau mau menertibkan ormas. Dan tebang pilihnya, berangkat dari sentimen dan paradigma yang tidak sehat.

Ada orang-orang dilingkungan pemerintah yang alergi dan salah paham terhadap eksistensi ormas Islam dengan segala aktifitasnya.Yang jelas masih banyak orang liberal di sekitar kekuasaan. Dan mereka terus berusaha dengan berbagai cara dan upaya (pendekatan) untuk mendorong pemerintah berani melakukan langkah terobosan (merevisi UU ormas) biar mulus niat busuk kelompok liberal ini terhadap ormas-ormas Islam tertentu.

Bagaimana pula dengan parpol yang sering rusuh-rusuh bila jagoan yang diusungnya kalah pilkada?

Ya kalau konsisten, nanti kita tuntut kepada pemerintah agar partai-partai itu juga harus dibubarkan saja. Karena setiap pemilu selalu ada saja yang melakukan tindak kekerasan. Baik pemilu nasional, maupun pemilukada. Lagian hasil pemilu tidak juga membawa perubahan nasib rakyat. Sudah membuang banyak duit, rakyat sering jadi korban dan rakyat hanya jadi obyek kepuasaan syahwat kekuasaan orang dan kelompok-kelompok partai yang ada.

Kalau mekanisme pemerintah, jika ada pelanggaran pemerintah memberikan teguran secara bertahap. Di tingkat kabupaten dilakukan oleh Bupati, di Provinsi oleh Gubernur, dan pusat oleh Menteri. Setelah tiga kali teguran kemudian membawa ke Mahkamah Konstitusi untuk dibekukan atau membawa ke Mahkamah Agung untuk dibubarkan.

Itu skenarionya, tapi kita ambil sampel kasus kekerasan politik karena pemilu yang terjadi dibanyak tempat dan setiap pemilu terulang, kenapa pemerintah tidak serius melihat hal ini? Terlihat sekali, paradigma yang subyektif dari pemerintah dan orang-orang opurtunis di legislatif bermain seenak perutnya.

Bagaimana seharusnya pemerintah bersikap?

Kalau pemerintah mau terbuka dan obyektif, maka tidak perlu kuaatir terhadap keberadaan ormas-ormas keagamaan khususnya Islam. Selama jelas-jelas mereka berdiri tegak berdasarkan Islam dan garis perjuangannya juga berlandaskan Islam maka sesungguhnya itu ada berkah dan kebaikan untuk bangsa Indonesia.

Justru yang perlu diwaspadai adalah ormas-ormas/orpol/LSM komprador yang menebarkan virus Sepilis (sekulerisme, pluralisme dan liberalisme) yang jelas-jelas membahayakan nasib Indonesia ke depan. Pemerintah perlu secara terbuka kalau berani, debat publik dengan mengundang ormas-ormas yang dituduh selalu melakukan kekerasan atau ormas Islam tertentu yang dianggap meresahkan masyarakat.

Apakah benar paradigma dan argumentasi pemerintah, biar masyarakat yang cerdas ini menilai. Jangan sampai istilah “meresahkan”, membuat tidak “nyaman” masyarakat itu hanya propaganda dan akal-akalan untuk membungkam langkah ormas Islam dalam upaya amar makruf nahi mungkar, khususnya yang di arahkan kepada penguasa yang selama ini di anggap dzalim dan lalai terhadap urusan umat Islam yang mayoritas menghuni tanah air Indonesia ini.

Contoh sikap lembeknya pemerintah adalah kasus kelompok sesat Ahmadiyah yang terkatung-katung hingga saat ini.Terus ngapain pemerintah ujug-ujug ngurus pembubaran ormas? Saya rasa banyak batu sandungan yang akan menjadikan sakit sembelit bagi pemerintah sendiri dan akhirnya seperti kurang kerjaan! [hizbut-tahrir.or.id]