Rezim demokratis sudah mati nurani. Baik legislatif ataupun eksekutif sama saja. Tidak peduli kepada rakyat. Lihatlah, legislatif kembali memamerkan keserakahan dan kerakusan di hadapan rakyat yang miskin. Untuk membangun ruang rapat bangar (Badan Anggaran) yang luasnya hanya 10×10 meter, dianggarkan dana 20 milyar. 200 unit meja dan kursi kualitas nomor 1 diimpor dari luar negeri. Konon biaya per satu kursi 20 juta. Ruangan juga dilengkapi tiga unit LCD TV raksasa dan ruang istirahat khusus anggota.
Kalau Negara makmur, rakyat sejahtera, 20 milyar mungkin tidak begitu dipersoalkan. Sementara saat ini, kondisi rakyat sangat memprihatinkan. Menurut Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) 7,4 juta kepala keluarga di Indonesia belum punya rumah. Akunya ada tambahan 300 ribu kk yang tidak punya rumah setiap tahunnya. Ada juga berita 300 balita di Tranggalek kekurangan gizi akibat kemiskinan.
Bayangkan kalau uang sebanyak itu digunakan rumah rakyat, memperbaiki kelas-kelas yang hampir rubuh. Tentu lebih bermanfaat. Mereka yang ngaku wakil rakyat seolah mati nurani melihat hal ini. Belum lagi renovasi toilet dengan anggaran 2 milyar plus perluasan tempat parker seharga 3 milyar. Sebelumnya DPR menghamburkan uang Negara 118 milyar , hangus setelah proyek gedung baru DPR senilai Rp1,8 triliun dibatalkan.
Anggaran legislasi pun tak kalah mahal. Untuk tahun 2011 Setjen DPR mengalokasikan 6,2 milyar, naik 600 juta dibanding tahun sebelumnya. Kalau digabung dengan anggaran studi banding , jumlahnya hampir Rp 10 milyar.
Biaya mahal namun kinerjanya jeblok. Sampai akhir desember 2011, hanya 21 UU yang bisa diselesaikan dari 93 UU (14%). Kita belum bicara isinya, yang justru lebih banyak menguntungkan pemilik modal bukan rakyat. Juga belum bicara, suap menyuap , jual beli pasal, yang lazim ada setiap pembuatan UU.
Untuk tahun 2012, DPR mengalokasikan anggaran belanja sebesar Rp2,94 triliun. Anggaran belanja Sekretariat Jenderal DPR sebesar Rp857,13 miliar dan anggaran belanja dewan sebesar Rp2,09 triliun. Pertanyaannya bagi kita, bisakah DPR korup dan mati rasa seperti ini dipercaya membuat UU untuk rakyat ?
Itulah rezim demokrasi. Sudah mahal,korup, hasilnya merugikan rakyat, lebih mendasar lagi bertentang dengan hukum Allah SWT !Inilah yang ditanyakan Allah SWT kepada kita di dalam Al Qur’an : Apakah hukum jahiliyah yang mereka inginkan, hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah SWT bagi mereka yang yakin ? (QS Al maidah:50)
Pemerintah sebagai lembaga eksekutif tak kalah mati nurani. Saat rakyat menderita, kemiskinan bertambah, pengangguran di mana-mana, pemerintah bertekad membatasi subsidi BBM premium secara bertahap hingga tingkat nol. Kejahatan kebijakan ini disamping mendzolimi rakyat juga penuh dengan kedustaan.
Dzolim, karena bagaimanapun argumentasinya, apapun istilahnya , mau kenaikan BBM atau pembatasan BBM, pasti mempengaruhi harga-harga di pasar. Dipastikan kehidupan rakyat semakin menderita.
Beragam kebohongan pun meliputi kebijakan ini. Alasan yang kerap diungkap adalalah untuk kepentingan rakyat. Subsidi BBM akan dialihkan untuk rakyat. Bahwa ada kebijakan liberalisasi berupa pengharaman subsidi dibalik ini tidak diungkap. Bahwa pembatasan BBM ataupun kenaikan BBM akan menguntungkan perusahaan asing disembunyikan pemerintah dengan licik.
Padahal sejak awal pencabutan subsidi ini memang menjadi target pemerintah. Untuk menjalankan titah tuan Kapitalisnya. Seperti IMF yang berulang-ulang menekan Indonesia agar mencabut subsidi. Dalam pertemuan Negara-negara G-20 di Busan Korea pada 3-5 Juli salah satu isu utamanya adalah penghapusan subsidi energi termasuk BBM. Menindaklanjuti hasil G-20 ini menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam siaran persnya(detikFinance, 11/6/2010) menyampaikan penghapusan subsidi energi harus dilakukan dengan sangat hati-hati, bertahap, dan tepat sasaran.
Jauh sebelumnya , Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat itu , Purnomo Yusgiantoro secara terbuka menyatakan kenaikan BBM dinaikkan agar mencapai tingkat harga yang diinginkan oleh pemain asing. ‘Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas…. Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.” (Kompas, 14 Mei 2003).
Janji pemerintah yang mengalokasikan ‘hasil’ kebijakan ini untuk kepentingan rakyatpun tidak bisa dipercaya. Seperti yang dipertanyakan ekonom Hendri Saparini : ” Siapa yang menjamin uang dari pemotongan subsidi itu akan digunakan untuk transportasi publik dan membangun jaringan gas sebagai energi pengganti premium? Karena kita tahu harga BBM mulai dari tahun 2005 itu pernah naik rata-rata 126 persen. Saat itu pemerintah berjanji uang dari kenaikan itu akan digunakan untuk membangun energi alternatif. Tapi kan sampai sekarang tidak ada!”
Pertanyaan lain, kalau pemerintah benar-benar kesulitan keuangan , kenapa yang dikorbankan dan dipersoalkan selalu subsidi untuk rakyat, yang disoal selalu BBM murah yang bagaimanapun meringankan beban rakyat ? Untuk menghemat 40 trilyun pemerintah, pemerintah lebih memilikh kebijakan yang berdampak sistematis secara ekonomi terhadap rakyat. Kenapa pemerintah tidak mengambil alih perusahan tambang asing yang meraup keuntungan besar dari kekayaan alam Indonesia yang nilainya ratusan trilyun?
Pada tahun 2007 saja , keuntungan satu perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia -Exxon Mobil- sebesar US$ 40,6 milyar (Rp 373 trilyun) dari pendapatan US$ 114,9 milyar (RP 1.057 trilyun). Belum lagi dana yang bisa didapat dari tambang emas di Papua. Kalau benar-benar dikelola oleh Negara untuk kepentingan rakyat. Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, keuntungan yang didapat PT. Freeport Indonesia dari hasil tambangnya di Papua mencapai Rp 4.000 triliun. Dihitung dari hasil laporan cadangan mineral PT. Freeport Indonesia di tahun 2010. Tentu ada ada perdebatan tentang akurasi angka-angka ini yang memang sengaja disembunyikan.
Kita sudah bisa menduga jawaban pemerintah. Secara normatif akan mengatakan kita sudah terikat kontrak, kita terikat IMF , kita terikat Bank Dunia dll. Namun intinya, pemerintah lebih takut asing marah, dibanding rakyatnya sendiri kelaparan dan kesusahan. Pemerintah lebih tunduk kepada asing. Lebih mendasar lagi, kita sebenarnya masih dijajah oleh asing. Bonekanya adalah pemerintah neo-liberal ini. Kita belum merdeka.
Dan untuk memerdekakan bangsa ini, tidak ada solusi lain kecuali kembali kepada syariah Islam dan menegakkan Negara adi daya Khilafah Islam. Negara mandiri dan berdaulat, yang menjadikan kekayaan alam milik rakyat untuk kepentingan rakyat. Pendidikan dan kesehatan gratis untuk rakyat. Negara yang akan menjamin kebutuhan pokok sandang,pangan, dan papan tiap individu rakyat. Karena itu tekadkan diri kita untuk memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah yang merupakan kewajiban yang diperintahkan Allah SWT ! (Farid Wadjdi)
The KHILAFAH Channel
khilafah on livestream.com. Broadcast Live Free