Perubahan besar dunia menuju KHILAFAH

menuju KHILAFAH photo Menuju-MK-2013.gif

The KHILAFAH Channel

khilafah on livestream.com. Broadcast Live Free

Selasa, 31 Januari 2012

Indonesia Sick...!!!

Aneh! Itulah ungkapan yang pas untuk pemerintah dan wakil rakyat Indonesia saat ini. Sebagaimana diketahui, saat ini harga sembako terus merangkak, jeritan rakyat kecil kian melengking. “Beras saja sekarang sekilo sampai Rp10.000, Kang. Hidup ini berat,” ujar seorang bapak mengungkapkan beban hidupnya kepada saya. Penggusuran pedagang kaki lima yang terjadi di berbagai daerah terus berjalan. Mereka berteriak, “Kami mencari uang makan secara halal dikejar-kejar, dagangan kami dihancurkan, apakah mereka menginginkan kami ini jadi perampok.” Namun, teriakan mereka seakan-akan tak terdengar oleh para penguasa negeri Muslim terbesar ini. Semua dianggap sepi.Pemandangan semacam itu hanya akan ditemui di tengah-tengah masyarakat.

Sebaliknya, apa yang terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang katanya wakil rakyat, sangat kontras dengan kehidupan masyarakat. Pihak Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI, Nining Indra Saleh, beberapa waktu lalu secara resmi memperlihatkan renovasi ruang rapat baru Badan Anggaran DPR yang memakan biaya Rp 20,7 miliar. Padahal siapapun tahu bahwa gedung tersebut masih sangat layak. Kalaupun direnovasi tidak lebih dari Rp 300 juta. Uang rakyat sebesar itu bila digunakan untuk memberi makan fakir miskin seharga Rp 10 ribu perorang akan cukup untuk memberi makan 69.000 orang fakir miskin selama sebulan penuh. Ini bukan yang pertama kali. Beberapa bulan lalu, DPR mengajukan dana pembangunan gedung barunya senilai Rp 1,138 triliun. Wakil rakyat tampaknya lebih mementingkan kenyamanan dirinya daripada kelaparan rakyat jelata. Padahal Allah SWT menegaskan: Tahukah kamu orang yang mendustakan agama. Itu adalah orang yang menyia-nyiakan anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kaum miskin (TQS al-Ma’un [107]: 1-3).

Apa yang terjadi di badan legislatif ini merupakan salah satu cermin jiwa yang sakit. Lain lagi di yudikatif. Bulan ini di Palu, seorang anak berumur 15 tahun mencuri sandal jepit. Ia dengan sigap diproses pengadilan. Di Cilacap dua orang yang tidak tamat SD mencuri 15 tandan pisang. Tanpa menunggu proses yang berbelit-belit dan rumit mereka langsung diproses dengan cepat. Bahkan sebelumnya kasus Nenek Minah yang dituduh mengambil dua biji coklat seharga Rp 1500 segera disidangkan. Namun, kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 1,3 triliun hilang ditelan angin. Begitu juga kasus Century yang ditengarai melibatkan pejabat dan partai besar tak kunjung diusut dengan serius. Kasus Wisma Atlet dan kasus Nunun yang melibatkan beberapa pejabat berjalan tertatih-tatih. Ini pun cermin masyarakat sakit. Yang kecil dibiarkan menjerit, yang kuat dibiarkan tertawa. Padahal ini merupakan tanda perjalanan menuju kehancuran. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya perkara yang membinasakan kaum sebelum kalian adalah apabila ada pejabat/bangsawan mencuri maka mereka dibiarkan, sedangkan apabila apabila orang lemah mencuri maka segera diterapkan kepada mereka hukuman. Demi jiwa Muhammad yang ada digenggaman tangan-Nya, apabila Fatimah putri Muhammad mencuri pasti akan aku potong tangannya.” (HR al-Bukhari).

Hal yang sama terjadi pada tingkatan pemerintah (eksekutif). Di tengah memanasnya kasus Century yang ditengarai melibatkan partai pemerintah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta 9 peraturan daerah (perda) yang melarang minuman keras dicabut. Di antara perda tersebut adalah Perda Kota Tangerang no. 7/2005 tentang Pelarangan, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol; Perda Kabupaten Indramayu no. 15/2006 tentang Larangan Minuman Beralkohol; dan Perda Kota Bandung no. 11/2010 tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol.

Terlepas dari kemungkinan untuk pengalihan isu, pada satu sisi sikap pemerintah ini merupakan salah satu buah lobi kalangan sekular dan islamfobia yang sejak awal menentang kehadiran perda-perda tersebut. Mereka menyebutnya dengan ‘Perda Syariah’ serta kala itu menyudutkan bahwa perda tersebut membahayakan NKRI karena merupakan embrio penerapan syariah di Indonesia yang akan melahirkan disintegrasi. Sebaliknya, ketika gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan RMS terang-terangan melakukan gerakan separatisme mereka diam saja. Pada sisi lain, sikap mencabut perda minuman keras sama artinya dengan membiarkan dan membela perusahaan, distributor, dan pelaku mabuk-mabukan. Ini merupakan sikap menentang Allah SWT secara nyata. Bukankah Allah Yang Mahaperkasa berfirman: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan (TQS al-Maidah [5]: 90).

Membiarkan minuman keras (khamr) berarti mengundang segala macam keburukan. Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah khamr (minuman keras), karena sesungguhnya ia adalah kunci semua keburukan.” (HR al-Hakim dan al-Baihaqi).

Aneh, penguasa negeri ini lebih menginginkan datangnya berbagai keburukan dengan cara melarang ‘perda yang melarang khamr’ daripada mendatangkan kebaikan bagi rakyatnya. Jangan-jangan ini termasuk ke dalam sikap menyuruh perbuatan mungkar dan melarang berbuat makruf (amar munkar nahyu ma’ruf bukan amar ma’ruf nahyu munkar). Padahal sikap demikian merupakan salah satu karakter kaum munafik. Allah SWT berfirman, “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan mencegah (perbuatan) yang makruf, dan mereka menggenggam tangannya (kikir). Mereka telah lupa kepada Allah dan Allah melupakan mereka pula. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik (TQS. at-Taubah [9]: 67).

Tindakan dan sikap di atas hanyalah secuil gambaran saja. Semua itu mengokohkan pandangan bahwa Indonesia telah dan sedang sakit baik di legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. Bahkan sakitnya tambah parah dari waktu ke waktu. Celakanya, bukan sekadar sakit melainkan sakit yang melahirkan berbagai kemungkaran. Dalam kondisi seperti ini, siapa pun yang sadar dan punya rasa tanggung jawab sejatinya bergerak untuk mengobatinya. Memang, Indonesia sedang sakit, obatnya adalah Islam, dan dokternya adalah para pejuang Islam. Akankah negeri Muslim terbesar ini dibiarkan masuk jurang lebih dalam lagi? [Muhammad Rahmat Kurnia]

Sabtu, 28 Januari 2012

Rezim Demokratis Mati Nurani !

Rezim demokratis sudah mati nurani. Baik legislatif ataupun eksekutif sama saja. Tidak peduli kepada rakyat. Lihatlah, legislatif kembali memamerkan keserakahan dan kerakusan di hadapan rakyat yang miskin. Untuk membangun ruang rapat bangar (Badan Anggaran) yang luasnya hanya 10×10 meter, dianggarkan dana 20 milyar. 200 unit meja dan kursi kualitas nomor 1 diimpor dari luar negeri. Konon biaya per satu kursi 20 juta. Ruangan juga dilengkapi tiga unit LCD TV raksasa dan ruang istirahat khusus anggota.

Kalau Negara makmur, rakyat sejahtera, 20 milyar mungkin tidak begitu dipersoalkan. Sementara saat ini, kondisi rakyat sangat memprihatinkan. Menurut Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) 7,4 juta kepala keluarga di Indonesia belum punya rumah. Akunya ada tambahan 300 ribu kk yang tidak punya rumah setiap tahunnya. Ada juga berita 300 balita di Tranggalek kekurangan gizi akibat kemiskinan.

Bayangkan kalau uang sebanyak itu digunakan rumah rakyat, memperbaiki kelas-kelas yang hampir rubuh. Tentu lebih bermanfaat. Mereka yang ngaku wakil rakyat seolah mati nurani melihat hal ini. Belum lagi renovasi toilet dengan anggaran 2 milyar plus perluasan tempat parker seharga 3 milyar. Sebelumnya DPR menghamburkan uang Negara 118 milyar , hangus setelah proyek gedung baru DPR senilai Rp1,8 triliun dibatalkan.

Anggaran legislasi pun tak kalah mahal. Untuk tahun 2011 Setjen DPR mengalokasikan 6,2 milyar, naik 600 juta dibanding tahun sebelumnya. Kalau digabung dengan anggaran studi banding , jumlahnya hampir Rp 10 milyar.

Biaya mahal namun kinerjanya jeblok. Sampai akhir desember 2011, hanya 21 UU yang bisa diselesaikan dari 93 UU (14%). Kita belum bicara isinya, yang justru lebih banyak menguntungkan pemilik modal bukan rakyat. Juga belum bicara, suap menyuap , jual beli pasal, yang lazim ada setiap pembuatan UU.

Untuk tahun 2012, DPR mengalokasikan anggaran belanja sebesar Rp2,94 triliun. Anggaran belanja Sekretariat Jenderal DPR sebesar Rp857,13 miliar dan anggaran belanja dewan sebesar Rp2,09 triliun. Pertanyaannya bagi kita, bisakah DPR korup dan mati rasa seperti ini dipercaya membuat UU untuk rakyat ?

Itulah rezim demokrasi. Sudah mahal,korup, hasilnya merugikan rakyat, lebih mendasar lagi bertentang dengan hukum Allah SWT !Inilah yang ditanyakan Allah SWT kepada kita di dalam Al Qur’an : Apakah hukum jahiliyah yang mereka inginkan, hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah SWT bagi mereka yang yakin ? (QS Al maidah:50)

Pemerintah sebagai lembaga eksekutif tak kalah mati nurani. Saat rakyat menderita, kemiskinan bertambah, pengangguran di mana-mana, pemerintah bertekad membatasi subsidi BBM premium secara bertahap hingga tingkat nol. Kejahatan kebijakan ini disamping mendzolimi rakyat juga penuh dengan kedustaan.

Dzolim, karena bagaimanapun argumentasinya, apapun istilahnya , mau kenaikan BBM atau pembatasan BBM, pasti mempengaruhi harga-harga di pasar. Dipastikan kehidupan rakyat semakin menderita.

Beragam kebohongan pun meliputi kebijakan ini. Alasan yang kerap diungkap adalalah untuk kepentingan rakyat. Subsidi BBM akan dialihkan untuk rakyat. Bahwa ada kebijakan liberalisasi berupa pengharaman subsidi dibalik ini tidak diungkap. Bahwa pembatasan BBM ataupun kenaikan BBM akan menguntungkan perusahaan asing disembunyikan pemerintah dengan licik.

Jumat, 06 Januari 2012

Kegaduhan Elit Politik 2012 , Rakyat Semakin Terpinggirkan

Kegaduhan elit politik tahun 2012 diperkirakan semakin menjadi-jadi. Presiden SBY dalam pesan akhir tahunnya telah memperingatkan hal itu. Pasalnya, apalagi kalau bukan rebutan kekuasaan menjelang pemilu 2014. Agenda politik penting yang menjadi magnet kuat bagi siapapun yang rakus kekuasaan dan harta.

Dalam sistem demokrasi, kekuasaan memang bukan ditujukan untuk melayani rakyat. Kekuasaan untuk melayani uang. Pemilik modal adalah panglima yang paling berkuasa dalam sistem demokrasi. Maka tidak mengherankan kalau elit politik akan terus menerus bertikai untuk saling mempertahankan atau merebut kekuasaan.

Gubernur bentrok dengan wakilnya, sesama koalisi saling menelikung, muncul pula partai seolah-olah oposisi , yang tidak henti menyerang penguasa. Padahal ketika dulu berkuasa, partai ini sama saja. Sibuk melayani kepentingan pemilik modal, bukan rakyat.

Bisa dipastikan elit politik dengan para begundalnya akan menggunakan berbagai cara untuk saling berebut kekuasaan. Berbagai isu besar seperti skandal Century, BLBI, Mafia Pajak, Lumpur Lapindo dan lain-lain akan menjadi senjata untuk saling menyerang lawan politik.

Politik saling menyendera dan saling kompromipun akan menonjol. Alih-alih menyelesaikan skandal itu, kejahatan yang nyata-nyata jelas itupun sekedar digunakan untuk tawar menawar politik, bukan untuk diselesaikan tuntas bagi kepentingan rakyat.

Dalam kegaduhan politik seperti ini,dipastikan yang pertama dan utama dikorbankan adalah kepentingan rakyat. Dipastikan rakyat semakin tidak terurus. Para elit sibuk berdemokrasi untuk kekuasaan dan uang.

Sekali lagi berulang-ulang kita katakan pangkal dari semua ini adalah sistem kapitalisme sekuler yang melahirkan demokrasi. Dalam sistem demokrasi , kedaulatan diserahkan kepada manusia. Kebenaran bukanlah lagi disandarkan kepada halal dan haram, tapi kepentingan hawa nafsu sang pembuat hukum (manusia).

Sistem demokrasi mahal pun memberikan jalan kepada para pemilik modal untuk memperkuat pengaruhnya. Lahirnya negara korporasi dimana terjadi simbiosis mutualisme elit politik dan pemilik modal yang merugikan kepentingan rakyat. Konflik berdarah di Mesuji Lampng , konflik Sape di Bima , merupakan contoh-contoh nyata dari kerjasama itu, yang ujung-ujungnya mengorbankan rakyat.

Berulang-ulang dan tidak pernah lelah kita menyatakan solusi dari semua ini adalah kembali kepada syariah Islam yang akan diterapkan oleh Khilafah Islam. Bukankah Allah SWT telah memperingatkan kita untuk mencampakkan hukum jahiliyah yang bersumber dari hawa nafsu manusia ? Allah SWT berfirman : “Apa hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” [QS Al-Maidah: 50]

Sayyid Quthb memberi gambaran gamblang mengenai hukum jahiliyah. Dalam tafsirnya, Fii Zhilaal al-Quraan, dijelaskan: “Sesungguhnya makna jahiliyyah itu didefinisikan oleh nash ini. Jahiliyyah -sebagaimana digambarkan Allah dan didefinisikan al-Quran- adalah hukum manusia untuk manusia. Sebab, jahiliyyah merupakan bentuk penyembahan manusia terhadap manusia lainnya,keluar dari penghambaan Allah, menolak ketuhanan Allah dan memberikan pengakuan -lawan dari penolakan- terhadap ketuhanan sebagian manusia dan penghambaan terhadap mereka selain Allah”

Catatan akhir tahun Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) seharusnya menjadi perhatian kita bersama. HTI Indonesia dengan tegas menyatakan menilik berbagai persoalan yang timbul di sepanjang tahun 2011 dapat disimpulkan bahwa setiap sistem yang tidak bersumber dari Allah SWT, Sang Pencipta manusia, kehidupan dan alam semesta yang Maha Tahu, pasti akan menimbulkan kerusakan dan akhirnya tumbang.

Rapuhnya kapitalisme dengan berbagai bentuk kerusakan dan segala dampak ikutan yang ditimbulkannya berupa kemiskinan dan kesenjangan kaya miskin serta ketidakstabilan ekonomi dan politik, seperti yang saat ini tengah terjadi di berbagai belahan dunia adalah bukti nyata. Kenyataan ini semestinya menyadarkan kita semua untuk bersegera kembali kepada jalan yang benar, yakni jalan yang diridhai oleh Allah SWT, dan meninggalkan semua bentuk sistem dan ideologi kufur.

Sekuat apapun sebuah rezim yang otoriter, korup, menindas rakyat dan durhaka kepada Allah SWT, meski telah dijaga dengan kekuatan senjata dan didukung oleh negara adidaya, cepat atau lambat pasti akan tumbang dan tersungkur secara tidak terhormat. Jatuhya Ben Ali, Mubarak, Qaddafi dan mungkin segera menyusul penguasa Syria, Bashar Assad, dan penguasa Yaman, Ali Abdullah Saleh, serta penguasa lalim di negara lain, adalah bukti nyata.

Kenyataan ini semestinya memberikan peringatan kepada penguasa dimanapun untuk menjalankan kekuasaannya dengan benar, penuh amanah demi tegaknya kebenaran, bukan demi memperturutkan nafsu serakah kekuasaan dan kesetiaan pada negara penjajah. Pembuatan peraturan perundang-undangan yang bakal membungkam aspirasi rakyat, seperti UU Intelijen atau RUU Kamnas dan peraturan perundangan serupa di negeri ini, mungkin sesaat akan berjalan efektif, tapi cepat atau lambat itu semua justru akan memukul balik penguasa itu sendiri.

Oleh karena itu, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan yang tengah membelit negeri ini  seperti sebagiannya telah diuraikan di atas,  maka kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya mungkin datang dari Dzat yang Maha Baik, itulah syariah Allah dan pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu. Di sinilah esensi seruan Selamatkan Indonesia dengan Syariah yang gencar diserukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia.

Sebagai penutup, catatan akhir tahun HTI menegaskan : Hanya dengan sistem berdasar syariah dibawah naungan Khilafah yang dipimpin oleh orang amanah (Khalifah) saja Indonesia benar-benar bisa menjadi baik. Dengan sistem ini pula terdapat nilai transedental (ibadah) dalam setiap aktifitas sehari-hari yang akan membentengi setiap orang agar bekerja ikhlas, tidak terkontaminasi oleh kepentingan pribadi, golongan maupun asing. Memiliki paradigma yang jelas bahwa memimpin adalah amanah dari Allah dan syariah adalah jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan dan kerahmatan Islam bagi seluruh alam semesta, sedemikian kedzaliman dan penjajahan bisa dihapuskan di muka bumi. Allahu Akbar !(Farid Wadjdi)