Perubahan besar dunia menuju KHILAFAH

menuju KHILAFAH photo Menuju-MK-2013.gif

The KHILAFAH Channel

khilafah on livestream.com. Broadcast Live Free

Kamis, 12 Agustus 2010

PENTINGNYA KHILAFAH DALAM PENENTUAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN

bagaimana peran Khilafah nanti dalam menentukan awal Ramadhan dan akhir Ramadhan (Idul Fitri)?

Khalifah mempunyai hak melakukan adopsi (tabanni) hukum syariah Islam dan melegislasikannya menjadi undang-undang yang berlaku mengikat bagi publik. Adopsi ini dilaksanakan Khalifah jika terdapat khilafiyah dalam hukum syariah hasil ijtihad. Maka ketika Khalifah memilih satu pendapat, rakyat wajib mentaatinya sehingga perbedaan pendapat tidak ada lagi. Kaidah fiqih menyebutkan : Amru al-imam yarfa’u al-khilaf fi al-masa`il al-ijtihadiyah (Perintah Imam/Khalifah menghilangkan perbedaan pendapat dalam masalah-masalah hasil ijtihad/khilafiyah). (M. Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital fi as-Siyasah al-Syar’iyah, III/1797; M. Shidqi al-Burnu, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyah, I/268).

Namun jika khilafiyah itu terjadi dalam masalah-masalah ibadah, seperti shalat tarawih 8 rakaat atau 20 rakaat, shalat Shubuh dengan qunut atau tidak, hukum dasarnya ialah Khalifah tidak mengadopsi. Maka kaum muslimin, misalnya, tidak diwajibkan shalat sama dengan mazhab Khalifah dalam jumlah rakaat shalat tarawih, atau dalam pengamalan qunut dalam shalat Shubuh, dan seterusnya.

Ada dua alasan mengapa Khalifah tak melakukan adopsi dalam hukum ibadah yang khilafiyah. Pertama, karena tak sesuai dengan fakta adopsi, mengingat adopsi terjadi pada interaksi antara sesama manusia, misalnya dalam hukum muamalah dan uqubat, bukan pada interaksi antara manusia dengan Allah SWT. Kedua, karena adopsi dalam masalah ibadah akan menimbulkan rasa sempit (haraj) di kalangan umat. (Mahmud al-Khalidi, Qawa’id Nizham al-Hukm fi al-Islam, hal. 357)

Tapi ini bukan berarti haram hukumnya Khalifah mengadopsi hukum ibadah. Maksudnya ialah lebih baik Khalifah tidak mengadopsi. Kalau Khalifah mengadopsi hukum ibadah, hukumnya boleh, tidak haram. Imam Nawawi berpendapat boleh hukumnya Khalifah mengadopsi hukum ibadah. Seperti dikutip Imam Suyuthi, Imam Nawawi menyatakan,"Kalau Khalifah memerintahkan umat untuk berpuasa sunnah tiga hari dalam rangka istisqa (minta turunnya hujan), umat wajib mentaati perintahnya." (Imam Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazha`ir, hal. 527).

Bahkan mengadopsi hukum ibadah dapat menjadi wajib bagi Khalifah, jika terkait dengan persatuan umat dan kesatuan negara yang wajib dijaga Khalifah. Jadi meski hukum dasarnya Khalifah tak mengadopsi, tapi demi kesatuan umat dan persatuan negara, Khalifah akan mengadopsi beberapa hukum ibadah, seperti penentuan waktu ibadah haji, penentuan awal Ramadhan, dan penentuan Idul Fitri dan Idul Adha. (Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, hal.21).

Maka dari itu, meski penentuan awal dan akhir Ramadhan merupakan masalah khilafiyah, Khalifah nanti akan mengadopsi hukum dalam masalah ini. Tentu pendapat yang diadopsi adalah pendapat yang kuat (rajih) yang sejalan dengan persatuan umat dan kesatuan negara. Yaitu pendapat jumhur ulama yang mewajibkan penggunaan rukyatul hilal (bukan hisab) yang diberlakukan seluruh dunia. Kata Wahbah Az-Zuhaili,"Pendapat jumhur inilah yang rajih menurut saya, untuk menyatukan ibadah kaum muslimin dan mencegah perbedaan pendapat yang tak dapat diterima lagi di masa sekarang." (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/610, Ahmad bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari, Taujih al-Anzhar li Tauhid al-Muslimin fi al-Shaum wa al-Ifthar, hal.19).

Jadi ketika Khalifah nanti melakukan rukyat, hasil rukyat akan diberlakukan global kepada seluruh umat Islam. Hal ini ditegaskan oleh Imam Al-Maziri ketika mensyarah hadis-hadis Shahih Muslim tentang rukyatul hilal. "Jika hilal telah terbukti oleh Khalifah maka seluruh negeri-negeri Islam wajib merujuk hasil rukyat itu…sebab rukyat Khalifah berbeda dengan rukyat dari selain Khalifah. Karena seluruh negeri-negeri yang berada di bawah pemerintahannya dianggap bagaikan satu negeri." (Imam al-Maziri, Al-Mu’allim bi Fawa`id Muslim, Tunis : Ad-Dar At-Tunisiyah, II/44-45). Wallahu a’lam.

Yogyakarta, 30 juli 2010

Muhammad Shiddiq al-Jawi

(khilafah1924.org)