oleh DiNie Az ZahRa
Sumber: http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/26/demokrasi-alat-perjuangan-syariah/
Penjelasan Ustadz Muhammad Ismail Yusanto:
Kalau Demokrasi dijadikan jalan perjuangan penegakan syariah, adakah bahaya yang bisa muncul? Kalau ada seperti apa bahaya itu?
"Masuknya seorang muslim yang bertaqwa di parlemen dalam sistem demokrasi sekuler ini akan sangat berguna dalam satu kondisi, yakni ketikat mereka menjadikan parlemen sebagai mimbar dakwah dalam rangka melakukan perubahan mendasar (taghyiir), menghentikan sistem sekuler dan menggantinya dengan sistem Islam, mengoreksi penguasa, menjelaskan kebobrokan sistem sekuler itu dan menyadarkan umat akan kewajiban untuk terikat pada ajaran Islam dan selalu berjuang melakukan amar makruf dan nahi mungkar."
Ingat bahwa, untuk ikut serta pemilu di dalam sistem parlemen di NKRI saat ini dengan memenuhi persyaratan HT dan bertujuan mengganti sistem menjadi Sistem Islam, pada kenyataannya adalah sangat sulit. Para syabab mengalami penghalang dari peraturan perundangan di NKRI saat ini. Karena itu, tidak mungkin HT atau syabab bisa mewujudkan perjuangan di Parlemen. Sebagai contoh:
-------------------------------
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG PARTAI POLITIK
ASAS DAN CIRI Partai Politik
Pasal 9
(1) Asas Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.(2) Partai Politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Partai Politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.(3) Asas dan ciri Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan penjabaran dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 13
Partai Politik berkewajiban:a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang-undangan;
Pasal 20
Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) yang diatur dalam AD dan ART Partai Politik masing-masing.
-------------------
Ketiga Pasal diatas, adalah salah satu perkara-perkara yang ditetapkan keharamannya berdasarkan penjelasan kitab-kitab muhtabanat di HT, padahal itu adalah persyaratan untuk mendaftar partai politik dan terlibat dalam proses Pemilu. Kesimpulannya, HT dan Syabab-nya tetap tidak dapat terlibat di dalam proses Pemilu dan perjuangan di Parlemen.
Ustadz kami menjelaskan bahwa: HT memandang bahwa Pemilu itu adalah bentuk lain dari aqad wakalah yang hukum asalnya adalah mubah, bergantung dengan keberadaan syarat-syarat dan rukun yang melingkupinya. Jika Pemilu digunakan sarana untuk mengangkat anggota dewan atau penguasa yang menyerukan tegaknya syari'at dan menerapkan perubahan sistem secara terang-terangan, maka hukumnya adalah mubah. Namun, jika pemilu dijadikan sarana anggota dewan atau penguasa yang tidak menyerukan tegaknya syari'at dan menerapkan perubahan sistem secara terang-terangan, maka pemilu yang hukum asalnya mubah menjadi haram karena menjadi sarana penghantar keharaman.
"al washilaatiil ilal haroomi haroomun"(sarana yang menghantarkan kepada keharaman adalah haram)
"Menyangkut pemilu, bila ada muwakkil, wakîl dan shighat taukîl, maka yang menjadi sorotan utama adalah perkara yang diwakilkan, yakni dalam rangka untuk melakukan aktivitas apa akad perwakilan itu dilaksanakan. Apakah aktivitas itu sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Bila sesuai, maka wakalah tersebut boleh (Mubah) dilakukan, sebaliknya bila tidak sesuai dengan syariat Islam maka wakalah tersebut batil yang karenanya tidak boleh dilakukan (Haram)."
Lihat Nasyroh Hukum Syara' Pemilu di Indonesia:
http://onlymusafir.wordpress.com/2009/05/14/hukum-syara-pemilu-indonesia/
Jadi, perkara Pemilu ini, hukumnya tidak cuma satu, tetapi (minimal) adalah dua, yaitu Mubah atau haram. Untuk Kasus Pemilu Legislatif dan Pemilu memilih penguasa:
1) untuk kasus Pemilu untuk pemilihan anggota Parlemen:
Jika ada syabab yang mengharamkan Pemilu, itu bisa saja dikarenakan beliau telah mendapatkan dugaan kuat akan mustahilnya menemukan anggota dewan yang benar-benar memenuhi syarat dan menyerukan perubahan Sistem secara terang-terangan.
Lihat berita HT Belanda:
"Ikut pemilu, secara syar’i, hukumnya haram. Tidak halal seorang Muslim mewakilkan urusannya kepada calon, baik di pemerintahan maupun legislatif"
Lihat Nasyroh HT Amerika:
Tetapi, bila ada syabab yang belum mengharamkannya, maka fakta yang sebenarnya terjadi adalah sangat sulit untuk mengetahui siapakah anggota dewan yang benar-benar memenuhi syarat dan menyerukan perubahan Sistem secara terang-terangan, meskipun masih ada peluang untuk menemukan calon tersebut. Ingat, bahwa calon tersebut harus dari partai Islam, menyerukan tegaknya syari'ah dan khilafah dengan terang-terangan dan tidak bersekutu atau berkoalisi dengan partai sekuler.
"Dan dalam proses pemilihan tidak menempuh cara-cara haram seperti penipuan, pemalsuan dan penyuapan, serta tidak bersekutu (berkoalisi) dengan orang-orang sekuler;" [Ustdz. Ismail Yusanto]
Lihat di Penjelasan Ustadz Ismail Yusanto:
http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/26/demokrasi-alat-perjuangan-syariah/
"Harus menyuarakan secara terbuka targetnya menegakkan sistem Islam, mengubah sistem sekuler menjadi sistem Islam, serta mengumumkan perjuangannya untuk melawan dominasi asing dan membebaskan negerinya dari pengaruh asing."
Lihat Nasyroh Hukum Syara' Pemilu di Indonesia:
http://onlymusafir.wordpress.com/2009/05/14/hukum-syara-pemilu-indonesia/
"Hendaknya tidak berkoalisi dalam aksi pemilihannya dengan calon-calon yang tidak berpegang kepada hukum-hukum Islam di dalam program-program dan sikap-sikap politik mereka."
Lihat di Nasyroh HT Lebanon:
http://hizbut-tahrir.or.id/2009/04/29/ht-lebanon-menjelaskan-sikap-hizb-tentang-pemilu/
Pertanyaan ane adalah, untuk saat ini, apa ada partai Islam yang memiliki suara cukup dominan, yang tidak berkoalisi dengan partai sekuler (seperti PD, PDI-P dan Golkar)??
2) Kasus Pemilu untuk pemilihan Penguasa, seperti halnya walikota, gubernur dan presiden saat ini:Karena jumlah kontestan sangat sedikit, tentu akan lebih mudah mengetahui karakter dan figur kontestan. Dikarenakan kontestan akan dianggkat menjadi penguasa yang menerapkan hukum kufur, maka insyaAllah, tidak ada satu syabab-pun yang akan ikut Pemilu.
"Ikut pemilu, secara syar’i, hukumnya haram. Tidak halal seorang Muslim mewakilkan urusannya kepada calon, baik di pemerintahan maupun legislatif"
Lihat Nasyroh HT Amerika:
"Tidak ikut serta dalam memilih presiden, karena ... 2)presiden memerintah dengan hukum yang tidak diturunkan oleh Allah."
Lihat di Nasyroh HT Lebanon:
http://hizbut-tahrir.or.id/2009/04/29/ht-lebanon-menjelaskan-sikap-hizb-tentang-pemilu/
"Berdasarkan hal tersebut, aktivitas memilih penguasa dan wakil rakyat untuk melaksanakan hukum sekuler tidaklah dibolehkan. Karenanya, akad wakalah untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut juga tidak dibolehkan."
Lihat Nasyroh Hukum Syara' Pemilu di Indonesia:
http://onlymusafir.wordpress.com/2009/05/14/hukum-syara-pemilu-indonesia/
Kesimpulannya: Hukum asal Pemilu adalah mubah, menjadi haram atau mubah berdasarkan fakta yang terjadi pada syara-syarat terlaksananya Pemilu tersebut.
Jawaban HT terhadap pertanyaan "Kapan HT ikut Pemilu??"
-------------------------------------
Hizbut Tahrir Indonesia memang adalah sebuah partai politik. Tujuannya tidak lain adalah untuk melanjutkan kehidupan Islam, yakni tegaknya kembali kehidupan yang di dalamnya diterapkan syariah dalam naungan Daulah khilafah. Karenanya, bagi Hizbut Tahrir, yang paling penting adalah bagaimana mendorong terjadinya perubahan ke arah itu. Dasar dari semua perubahan tidak lain adalah dukungan umat. Maksudnya, hanya umat yang memiliki kesadaran politik Islam sajalah yang akan mampu menggerakkan atau digerakkan menuju perubahan. Karena itu, menjadi fokus bagi HTI untuk bagaimana terus-menerus meningkatkan kesadaran umat.
Hizbut Tahrir Indonesia hingga sekarang tidak atau belum mengambil keputusan untuk mengikuti Pemilu atau tidak. Sebagai uslûb, Pemilu bisa diambil atau tidak. Jika perubahan bisa dilakukan tidak harus melalui Pemilu, mengapa Pemilu mesti menjadi keharusan? Bagi HTI Pemilu tetap merupakan uslûb dan tidak akan berubah menjadi tharîqah (metode yang baku) dalam mewujudkan perubahan.
Walhasil, yang penting adalah bagaimana perubahan itu terjadi, yang basisnya tidak lain adalah dukungan umat. Itu hanya mungkin berasal dari umat yang sadar.
Begitulah kira-kira jawaban diberikan kepada mereka. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.
[Kantor Jubir HTI-Jakarta]
Lihat di:
http://hizbut-tahrir.or.id/2008/04/01/kapan-hti-ikut-pemilu/
-------------------------------------
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".QS:12.108
Allaahu a'lam bi-ash-showwab.