Oleh: Roni Ruslan
Lajnah Tsaqafiyyah DPP HTI
Kerjasama Kemitraan Komprehensif antara Amerika Serikat dan Indonesia telah memasuki tahap realisasi aksi dan pelaksanaan. Ini ditandai dengan diluncurkannya buku panduan implementasi pasca diresmikannya Rapat Komisi Bersama Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia oleh Menlu masing-masing negara, Hillary Clinton dan Marty Natalegawa. (detiknews.com 21/9/2010).
Panduan tersebut menjelaskan substansi kemitraan sekaligus menjajaki kemungkinan kerjasama pada bidang-bidang lain. Kerjasama diprioritaskan pada bidang politik dan keamanan, ekonomi dan pembangunan, sosial-budaya pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Belajar dari pengalaman
Istilah “Kerjasama Kemitraan” ini harus dikritisi. Karena, istilah ini mengandung konotasi positif, dimana seolah-olah Indonesia adalah mitra bagi AS. Posisi yang tampak sama, antara AS dengan Indonesia. Padahal jelas tidak. AS adalah negara adidaya, sekaligus penjajah, sementara Indonesia adalah negara dunia ketiga, yang merupakan koloni AS. Perlu dicatat, bahwa digunakannya istilah “Kerjasama Kemitraan” ini untuk mengelabuhi tujuan dan maksud AS yang sesungguhnya, yaitu mempertahankan dan mengokohkan cengkraman penjajahan AS di Indonesia, melalui bidang-bidang yang dikerjasamakan.
Karena itu, “kerjasama kemitraan” ini merupakan salah satu strategi kebijakan politik luar negeri AS terhadap Indonesia. AS ingin menjadikan Indonesia sebagai mitra. Sedangkan mitra dalam paradigma AS adalah negara yang sejalan dengan kepentingan AS. Mitra untuk mempertahankan penjajahan AS di Indonesia, kawasan Asia dan dunia Islam. Dengan demikian “kerjasama kemitraan” ini sesungguhnya tidak akan lepas dari upaya AS untuk menjaga Indonesia agar tetap menjadi koloninya.
Ini bisa dibaca dari substansi “kerjasama kemitraan” yang telah disepakati oleh Menlu kedua Negara. Yaitu pada aspek politik dan keamanan kemitraan ditujukan untuk mengembangkan Sekulerisme, Demokrasi, HAM, Pluralisme dan kerjasama militer. Sedangkan pada aspek ekonomi ditujukan untuk menjamin berlangsungnya perdagangan bebas, privatisasi, investasi asing terutama di sektor pertambangan. Sedangkan pada aspek budaya diarahkan pada terwujudnya Pluralisme, liberalisasi agama, dialog antar agama, dialog Islam-Barat dan sebagainya.
Karena itu, “kerjasama kemitraan” ini menjadi pintu masuk bagi AS untuk merealisasikan target-target politik demi kepentingan nasionalnya. Seharusnya kita dapat belajar dari pengalaman sebelumnya. Adanya aktivitas lembaga-lembaga milik AS di Indonesia sebagai buah dari kemitraan justru membahayakan negara, sebagaimana kasus NAMRU II. Demikian juga keberadaan IUC (Indonesia USAID Center for Biomedical and Public Health Center). Lembaga ini sebagaimana NAMRU II memiliki kekebalan diplomatik dan kebebasan bergerak di seluruh wilayah Indonesia, mekanisme transfer material dll. (Fahmi AP Pane, Republika Online, 19/7/2010). Dengan kekebalan diplomatik dan kebebasan bergerak di seluruh wilayah Indonesia mereka bisa melakukan apa saja yang diinginkannya. Hal ini tentu saja sangat berbahaya bagi kedaulatan negeri ini.
Kerjasama Kemitraan AS-Indonesia: Haram!
Selain fakta, bahwa “kerjasama kemitraan” tersebut merupakan legalisasi penjajahan AS di Indonesia, dan kawasan yang lainnya, juga harus dicatat, bahwa AS adalah negara penjajah yang tengah menduduki wilayah Islam yang lain, seperti Irak dan Afganistan. Dengan posisinya sebagai negara penjajah, dan sedang memerangi kaum Muslim, serta menduduki wilayahnya, maka status AS jelas merupakan Negara Kafir Harbi fi’lan.
Negara Kafir Harbi fi’lan tetap harus didudukkan sebagai musuh, karena sedang berperang dengan kaum Muslim. Karena itu, haram hukumnya melakukan “kerjasama kemitraan” dengan musuh. Allah berfirman:
فَمَنِ اعتَدىٰ عَلَيكُم فَاعتَدوا عَلَيهِ بِمِثلِ مَا اعتَدىٰ عَلَيكُم ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعلَموا أَنَّ اللَّهَ مَعَ المُتَّقينَ
Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (Q.s. al-Baqarah [02]: 194)
Allah SWT juga berfirman:
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا لا تَتَّخِذوا بِطانَةً مِن دونِكُم لا يَألونَكُم خَبالًا وَدّوا ما عَنِتُّم قَد بَدَتِ البَغضاءُ مِن أَفوٰهِهِم وَما تُخفى صُدورُهُم أَكبَرُ ۚ قَد بَيَّنّا لَكُمُ الءايٰتِ ۖ إِن كُنتُم تَعقِلونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”.(QS. Ali Imran [3]: 118)
Selain itu, “kerjasama kemitraan” ini juga digunakan AS untuk mengokohkan penjajahannya di Indonesia, juga negeri-negeri kaum Muslim yang lain. Dengan demikian, status “kerjasama kemitraan” ini juga haram dilakukan, karena secara nyata digunakan untuk menguasai kaum Muslim:
وَلَن يَجعَلَ اللَّهُ لِلكٰفِرينَ عَلَى المُؤمِنينَ سَبيلًا
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (Q.s. an-Nisa’ [04]: 141)
Menjalin kemitraan yang konprehensif dalam segala bidang dengan AS tidak akan memberikan keuntungan kecuali sedikitpun kepada Indonesia, sementara mudarat yang ditimbulkannya sudah jelas. AS dengan seluruh kekuatannya akan bercokol di negeri ini, sementara negeri ini akan tetap tunduk dalam cengkramannya. Kekayaan alamnya yang kaya raya pun lebih mudah dikeruk dan diboyong ke negeri mereka sebagaimana yang mereka lakukan terhadap di Irian dengan emasnya, Riau dengan minyaknya, dan begitu seterusnya.
Menjalin kemitraan dengan AS tidaklah akan menjadikan umat Islam mulia, maju dan berwibawa. Resep-resep ramuan kapitalisme seperti demokratisasi, HAM, liberalism, dialog peradaban, kerjasama militer dan lain sebagainya yang ditawarkan AS hanya akan menjadikan penyakit yang telah menjangkiti negeri ini yakni berbagai goncangan politik dan ekonomi serta moral semakin parah dan akut sebagaimana negeri Islam lainnya yang berujung keporakporandaan dan kebinasaan.
AS dan Kapitalisme bukanlah sumber kemuliaan dan kemajuan. Karena kemulian hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan kaum Muslim. Siapa saja yang mengharapkan kemuliaan pada AS dan ideologinya, jelas keliru. Allah berfirman:
مَن كانَ يُريدُ العِزَّةَ فَلِلَّهِ العِزَّةُ جَميعًا ۚ إِلَيهِ يَصعَدُ الكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالعَمَلُ الصّٰلِحُ يَرفَعُهُ ۚ وَالَّذينَ يَمكُرونَ السَّيِّـٔاتِ لَهُم عَذابٌ شَديدٌ ۖ وَمَكرُ أُولٰئِكَ هُوَ يَبورُ ﴿١٠﴾
“Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shaleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka adzab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur”. (QS. Fathir[35]:10)
وَلِلَّهِ العِزَّةُ وَلِرَسولِهِ وَلِلمُؤمِنينَ وَلٰكِنَّ المُنٰفِقينَ لا يَعلَمونَ
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui”. (QS. Al-Munafiqun [63]:8)
Wallahu ‘Alam bi as Showab,