Berbeda dengan statemen Gedung Putih terkait dialog telepon antara Obama dan Mubarak, sebuah sumber terpercaya AS menyatakan bahwa tujuan Obama menghubungi sejawatnya dari Mesir adalah menegur Mubarak karena lalai menjalankan program reformasi dan memerangi korupsi di negaranya. Obama menyebut hasil pemilu terbaru di Mesir dibarengi dengan meningkatkan pesimisme kalangan muda terkait kecurangan di pemilu legislatif.
Sementara itu, statemen Gedung Putih menyebutkan dialog antara Obama dan Mubarak seputar kondisi Tunisia dan vonis pertama Pengadilan Khusus Lebanon (STL). Obama mengharap pemerintahan transisi Tunisia mampu menerapkan prinsip-prinsip utama Hak Asasi Manusia serta menggelar pemilu yang bebas dan bersih.
Menurut sumber ini, Gedung Putih serius memonitoring perkembangan di Kairo mengingat Mesir mitra utama Washington di Timur Tengah. Berbagai berita dari Mesir khususnya aksi membakar diri empat warga negara ini dalam dua hari lalu dan seruan kubu penentang pemerintah Kairo untuk menggelar aksi demo besar-besaran pada 25 Januari membuat Washington khawatir. Apalagi kini juga merebak tuntutan pengunduran diri Mubarak.
Sumber ini menambahkan, menyusul revolusi rakyat Tunisia yang berhasil menggulingkan pemerintahan berkuasa Ben Ali, Washington kian khawatir masa depan mitra-mitranya di kawasan. Kekhawatiran ini dipicu oleh cepatnya proses runtuhnya pemerintahan Zine El Abidine Ben Ali yang tidak disangka-sangka Barat. (IRIB, 19/1/2011)