Berbicara demo Buruh/pekerja kontrak, merupakan sebuah ritual tahunan. Serius atau tidak penangannanya akan menjadi sebuah bom waktu, dan penjadi persoalan yang serius. Karena tiap tahun teror Demo ini terus meningkat dampaknya.
Ada 3 kepentingan yang bermain dan terus akan menjadi konflik pada tahun-tahun berikutnya, yaitu karena adanya benturan kepentingan atas:
1. Harapan Buruh/pekerja kontrak.
2. Keinginan Pengusaha
3. Kebijakan Pemerintah.
Harapan Buruh/karyawan Kontrak:
- Hidup yang layak.
- Adanya jaminan kerja yang berkesinambungan.
- Kenaikan upah yang signifikan dengan Kenaikan Biaya Hidup (cost of Living Adjustment).
- Adanya jaminan kesehatan dan pensiun.
Keinginan Pengusaha:
Adanya Keuntungan optimal dengan jumlah peningkatan yang meningkat Signifikan, Salah stau caranya adalah menekan ongkos Upah(baik UMR mapun UMK). Meningkatkan efektivitas kerja Buruh semaksimal mungkin. Seolah buruh adalah robot yang tidak mempunyai sisi kemanusiaan.Upah hanya mencakup benar-benar upah perjam + uang makan, tidak termasuk atautidak dicover Uang Pensiun dan jaminan Kesehatan. Adanya ketersediaan tenaga kerja yang siap pakai dan murah. Kelangsungan hidup perusahaan yang positif.
Kebijakan Pemerintah:
Pemerintah yang seharusnya menjadi pengawas dan pengayom serta menjadi pelindung bagi keduanya, malah makin menekan buruh seolah berteman mesra dengan pengusaha dengan dalih Daya saing investasi.
Ketiga pihak tersebut pun, jauh panggang dari api, untukmenyelesaikan permasalah tahunan ini dengan solusi yang benar.Masing-masing mempunyai agenda dan caranya penyelesaiannya sendiri-sendiri.
Buruh akan merasa bangga bila gertakkan mereka bisa menghentikan produksi atau membuat berhentinya proses kerja dan membuat pengusaha mati kutu. Tak peduli orang lain menderita. Pengusaha pun idem,dinilai positif jiga mampu menekan semaksimal mungkin upah buruh.Sedangkan Pemerintah, terkadang menjadi pihak yang menambah keruwetan diantara keduanya.Jangankan melindungi rakyatnya, malah jika musim pemilu terkadang menjadi mesin suara dengan upah Janji palsu yang justru menambah keruwetan tahun-tahun berikutnya.
Belum lagi jika kita berbicara tentang buruh Migran, (TKI dan TKW) yang kurang terawasi oleh Negara. Sehingga tak mengherankan, jiga persoalan buruh menjadi agenda rutin tanpa solusi tahun.
Peran dan Tanggung jawab Pemerintah
Pandangan bahwa Negara adalah tempat berinvestasi, jelas hal ini akan membawa dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan kaum buruh/pekerja.
Menciptakan keuntungan usaha yang besar dan kesinambungan dan menekankan pada upah buruh yang rendah adalah bentuk promosi dan bentuk daya jual bagi investor. Sehingga dampaknya adalah perselisihan ketiga pihak akan terus terjadi. Pengusaha akan terus menekan Cost(biaya produksi) yang salah satu sebabnya adalah faktor biaya Upah. Dan pemerintah akan mempunya daya jual investasi ketika setiap perusahaan secara signifikan mampu menghasilkan keuntungan yang baik, yang salah satunya ditentukan kecilnya upah buruh.
Padahal kondisi ini jelas menekan perikehidupan kaum buruh itu sendiri.Karena buruh selalu dalam kondisi yang terpojokkan tanpa adanya bargaining power yang kuat.
Dibentuknya lembaga Buruh atau asosiasi, kadang menjadi suatu momok bagi pengusaha.Sehingga tak heran muncul kebijakan-kebijakan yang lebih pro pengusaha dibandingkan pro buruh.
Dalam masalah Buruh/pekerja kontrak, peran dan tanggung jawab Pemerintah sangat kuat yang dipimpin oleh pemimpin yang mempunyai kapasitas.Di dalam Islam sifat ini harus ada.
Di antara sifat-sifat menonjol yang harus dimiliki oleh Pemimpin pemerintah adalah kekuatan, ketaqwaan, ramah (mengayomi, mendidik, dan menyayangi: rifq) pada rakyat, dan tidak menjadi tempat yang angker.
Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Buraidah, Sulaiman bin Baridah dari ayahnya berkata, “Rasulullah SAW ketika melantik seorang amir untuk menangani pasukan atau detasemen tempur, pasti beliau berwasiat kepadanya supaya bertaqwa kepada Allah dan berperilaku baik kepada sesama kaum muslimin.”
Penguasa jika bertaqwa dan takut pada Allah serta selalu merasa diawasi gerak-geriknya, baik di tempat tersembunyi maupun ramai, maka demikian itu akan menjadi pengekang bagi dirinya dari kesewenang-wenangan terhadap rakyatnya. Akan tetapi, taqwa tidak mencegahnya dari sikap kasar dan keras, karenanya dia harus merasa dalam pengawasan Allah dengan mengikatkan diri menjalankan perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya.Ketika seorang penguasa secara thobi’i perilakunya cenderung keras dan kasar, oleh sebab itu, Syaari’ memerintahkannya untuk menjadi orang yang ramah dan tidak memberat-beratkan rakyat.
‘Aisyah RA berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah SAW berdoa di rumahku ini: Ya Allah, semoga orang (penguasa) yang menangani perkara umatku, lalu dia memberat-beratkan mereka, maka beratkanlah dia. [Ya Allah], semoga orang yang menangani perkara umatku, lalu dia melunakkan (ramah) mereka, maka lunakkanlah dia.” (HR. Imam Muslim)
Atau Hadits dari Abu Musa RA dituturkan bahwa dia berkata, “Kalian berbuatlah yang menggembirakan dan jangan membuat [rakyat] lari, mudahkanlah dan jangan mempersulit!”.
Jelas, peran pemerintah, harusnya menjadi pengayom dan pelindung bagi rakyatnya secara adil dan sesuai dengan Syariat, tentu hal ini harus bisa diterapkanatau diimplemntasikan dalam pengelolaan sistem kerja buruh sekalipun.
Dalam Islam Tidak Ada Problem Pekerja
Dulu sistem kapitalisme dalam ekonomi diterapkan di dunia Barat dan Rusia, sebelum Rusia dikuasai oleh partai komunis.Di antara prinsip kapitalisme adalah kebebasan dalam kepemilikan.Semua itu melahirkan diktatorisme para pemilik pekerjaan tehadap para pekerja, selama kedua pihak saling ridha, dan selama teori obligasi (kewajiban) berkuasa di antara mereka.Para pekerja telah menerima tekanan, beban yang berat, kezaliman dan eksplotasi keringat serta tenaga mereka oleh para penyewa.
Ketika paham sosialisme muncul dan menyerukan pemenuhan hak pekerja, paham ini muncul di atas dasar penanganan problem-problem pekerja, bukan di atas dasar penanganan problem akad penyewaan.Karena itulah, sosialisme datang membawa solusi-solusi untuk memenuhi hak pekerja, dengan pembatasan jam kerja, upah pekerja, jaminan kesejahteraan, dan sebagainya.Sosialisme telah menghancurkan teori obligasi dan menunjukkan ketidakmampuan teori tersebut untuk menangani problem-problem yang ada.Para ahli perundang-undangan Barat terpaksa merubah pandangan mereka terhadap obligasi, agar teori obligasi mampu menghadi problem-problem yang ada.Karena itulah, mereka memasukkan berbagai penyesuaian untuk menambal teori mereka. Ke dalam akad pekerjaan dimasukkan berbagai kaedah dan hukum yang mengarah pada perlindungan para pekerja; pemberian hak yang sebelumnya tidak mereka miliki, seperti kebebasan berkumpul, hak untuk membuat asosiasi (persatuan), hak untuk mogok kerja; pemberian pensiunan, penghormatan dan kompensasi kepada mereka; dan sebagainya. Padahal, teks teori obligasi tidak membolehkan hak-hak semacam itu.Tapi dilakukan penafsiran atas teori tersebut untuk mengatasi problem pekerja yang dimunculkan oleh paham sosialisme di antara para pekerja.
Kemudian muncul teori komunisme yang melarang kepemilikan harta, dan memberikan kepada pekerja apa yang dia butuhkan secara mutlak.
Dari perbedaan cara pandang antara prinsip sosialisme -yang darinya lahir komunisme- dan prinsip kapitalisme tentang kepemilikan dan pekerja, muncullah problem pekerja di antara mereka.Kemudian masing-masing dari keduanya memiliki cara tersendiri untuk mengatasi problem yang dilahirkan oleh cara pandang keduanya yang berbeda terhadap kehidupan ini.
Sementara dalam Islam, tidak didapatkan problem yang dinamakan problem pekerja.Umat Islam tidak dibagi ke dalam kelas pekerja dan kapitalis, atau petani dan pemilik tanah, dan sebagainya.Permasalahan seluruhnya berkaitan dengan pekerja.Sama saja, baik dia disewakan untuk bekerja sebagai spesialis dan ahli, atau dia disewakan berdasarkan tenaganya.Sama saja, dia bekerja pada pribadi tertentu, atau pada kelompok tertentu, atau pada negara. Dan sama saja, dia pekerja khusus atau umum. Semuanya adalah pekerja.Dan pekerja ini telah dijelaskan dan diterangkan hukum-hukumnya.Ketika para pekerja menyepakati upah yang ditentukan, maka mereka mendapatkan upah yang ditentukan itu selama masa penyewaan.Dan mereka dapat meninggalkan orang yang menyewa mereka setelah habisnya masa penyewaan.Jika mereka berselisih dengan penyewa, maka tiba peran para ahli untuk menilai upah semisal.Para ahli tersebut dipilih oleh kedua pihak.Jika kedua pihak tidak sepakat atas mereka, maka mereka dipilih oleh penguasa. Dan penguasa mewajibkan kedua pihak untuk mengikuti apa yang dikatakan oleh para ahli tersebut secara paksa.
Sedangkan penetapan upah tertentu oleh penguasa, maka itu tidak boleh, berdasarkan qiyas pada tidak bolehnya menetapkan harga barang.Karena, upah adalah harga jasa, dan harga adalah harga barang.Sebagaimana pasar barang menetapkan harga barang secara alami, demikian juga pasar jasa para pekerja ditentukan oleh kebutuhan terhadap para pekerja tersebut.Hanya saja, negara wajib menyediakan pekerjaan bagi para pekerja. “Imam adalah pemimpin, dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari).Dan negara wajib menghilangkan kezaliman para pemilik pekerjaan terhadap para pekerja.Karena, mendiamkan kezaliman, disertai kemampuan untuk menghilangkannya, adalah haram dan di dalamnya terdapat dosa yang besar.Jika negara mengabaikan penghilangan kezaliman ini, atau dia sendiri yang menzalimi para pekerja, maka seluruh umat wajib menuntut negara atas kezaliman ini dan berusaha menghilangkannya.Dan wajib atas mahkamah madhalim untuk melihat kezaliman ini dan menghilangkannya dari orang-orang yang terzalimi.Perintah mahkamah madhalim dalam hal itu berlaku atas penguasa dan negara.
Jadi, hal itu tidak hanya menjadi beban para pekerja yang dizalimi saja, sebagaimana yang terjadi saat ini dalam menangani problem-problem pekerja dengan melakukan pemogokan kerja dan demonstrasi.Karena, kezaliman atas seseorang di antara rakyat dan pengabaian pemerintah terhadap pemeliharaan kepentingan seseorang di antara rakyat, adalah sesuatu yang berkaitan dengan pemeliharaan kepentingan-kepentingan seluruh umat, meskipun itu khusus terjadi pada pribadi tertentu.Karena, itu adalah penerapan hukum syar’i.Itu tidak hanya berkaitan dengan kelompok tertentu, meskipun hanya menimpa kelompok tertentu.
Sedangkan apa yang dibutuhkan oleh para pekerja, berupa jaminan kesehatan bagi mereka dan keluarga mereka, jaminan nafkah untuk mereka dalam kondisi mereka keluar dari pekerjaan dan dalam kondisi mereka telah tua, jaminan pendidikan untuk anak-anak mereka, dan jaminan-jaminan sejenisnya yang dibahas untuk melindungi pekerja, semua itu tidak dibahas dalam Islam pada saat membahas para pekerja. Karena, ini bukanlah tanggung jawab penyewa, tapi tanggung jawab negara.Dan ini bukan hanya hak para pekerja saja, tapi hak setiap orang yang tidak mampu di antara rakyat.Negaralah yang menjamin kesehatan dan pendidikan gratis untuk semua orang, serta menanggung nafkah orang yang tidak mampu.Sama saja, dia pekerja atau bukan.Karena, ini termasuk hal-hal yang wajib atas baitul mal dan wajib atas seluruh kaum muslimin.
Dengan demikian, tidak ada problem pekerja, dan tidak ada pula problem khusus bagi kelompok atau golongan tertentu di antara umat.Setiap permasalahan yang berkaitan dengan pemeliharaan kepentingan-kepentingan rakyat, negara bertanggung jawab untuk menyelesaikannya.Dan seluruh umat harus menuntut negara untuk mengatasi problem tersebut dan menghilangkan kezaliman. Jadi, yang bertanggung jawab bukan hanya orang yang memiliki problem atau orang yang tertimpa kezaliman saja.[dicopas dari artikel di: hizbut-tahrir.or.id dengan sedikit perbaikan kalimat]
Wallahu’alam bishshowab.